Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang pegawai Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) membelot dan melarikan diri ke Suriah demi menikahi salah satu pemimpin kelompok ISIS.
Daniela Greene kabur ke Suriah pada 2014 lalu dan menikah dengan Denis Cuspert, rapper asal Jerman yang memutuskan bergabung dengan kelompok teroris pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi itu pada 2013.
Fasih berbahasa Jerman, perempuan berusia 38 tahun ini telah bekerja sebagai ahli bahasa FBI sejak 2011 silam.
Sebelum berangkat ke Suriah, Greene berbohong kepada suaminya yang berkewarganegaraan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengaku hanya akan mengunjungi orang tuanya di Munich, Jerman. Padahal, dia pergi ke Istanbul dan berusaha menghubungi Cuspert.
Sebelum menikahi teroris itu, mantan penerjemah FBI ini sempat ditugaskan menyelidiki Cuspert yang kini telah berganti nama menjadi Abu Talha al-Almani.
Pada Januari 2014 Greene ditugaskan oleh FBI untuk menginvestigasi kasus seorang teroris asal Jerman berinisial "Individu A". Menurut penelusuran
CNN, individu tersebut adalah Cuspert.
Identitas Cuspert berhasil diketahui melalui verivikasi dokumen pengadilan, sejumlah artikel musik dan riwayatnya, serta konfirmasi beberapa sumber yang terlibat dalam penyelidikan itu.
Cuspert disebut bukan seorang teroris biasa. Mantan penyanyi hip-hop yang terkenal dengan nama Deso Dogg itu menjadi salah satu perekrut anggota ISIS yang terkenal di Eropa, khususnya Jerman, dan kini masuk dalam daftar buronan pasukan kontra-terorisme di dua benua.
Cuspert dikenal sangat memuji Osama bin Laden, pendiri Al-Qaidah, melalui lantunan lagunya. Dia juga pernah mengancam membunuh Presiden Barack Obama dalam sebuah video propaganda sambil memegang sebuah kepala manusia yang baru saja dia penggal.
Menurut dokumen pengadilan federal, Greene memanfaatkan perangkat komunikasi daring seperti Skype untuk berkomunikasi dengan Cuspert saat masih menjadi pegawai FBI.
Dokumen tersebut juga memaparkan Greene membocorkan rahasia negara, termasuk misi penyelidikan FBI terhadap suaminya itu.
"Tindakan ini sangat memalukan bagi FBI, tidak diragukan lagi," tutur mantan juru bicara Kementerian Luar Negeri, John Kirby, yang mengaku telah lama mencurigai kepergiaan Greene ke Suriah.
"Sebagian besar orang Barat yang mencoba masuk ke wilayah ISIS di Suriah beresiko tinggi dibunuh. Apalagi seorang warga Amerika, khususnya seorang perempuan dan anggota FBI, untuk bisa tinggal bersama pemimpin ISIS harus dikoordinasikan sebaik mungkin," tutur Kirby menambahkan.
Sebulan setelah membelot ke Suriah, Greene sadar bahwa tindakannya salah dan memutuskan kembali ke Negeri Paman Sam.
Green dilaporkan sempat mengirimkan pesan kepada kerabatnya di AS untuk mendiskusikan strategi pemulangannya. Dia berjanji akan bersikap kooperatif dengan penyelidikan otoritas keamanan.
Sekitar Agustus 2014, Greene pulang ke AS dan segera diamankan aparat berwenang. Greene divonis dua tahun penjara oleh pengadilan dan bebas Agustus 2016 silam.
Kasus Greene sempat dirahasiakan guna menjaga kredibilitas penyelidikan yang tengah berlangsung. Sejumlah orang yang akrab dengan Greene mengatakan, tak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa perempuan itu bisa membelot dari FBI.