Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan zona aman yang diajukan sekutunya, Rusia, memberikan kesempatan bagi pemberontak untuk "rekonsiliasi" dengan Damaskus dan menyingkirkan militan Islamis. Namun, dia juga berjanji akan terus bertempur, menyebut pembicaraan damai yang dipimpin PBB tidak berbuah.
Assad bersumpah, dalam wawancara dengan stasiun televisi
ONT yang disiarkan pada Kamis (11/5) untuk mempertahankan zona tersebut dan, dengan bantuan Iran dan Hizbullah, akan menghancurkan pihak-pihak yang mencoba menembusnya.
Upaya selama ini untuk mengakhiri perang sipil enam tahun di Suriah selalu gagal, sementara gencatan senjata yang disepakati oleh pemerintah dan pemberontak pada Desember dengan cepat dilanggar.
Usul Rusia soal zona aman itu diberlakukan pekan lalu, meliputi daerah-daerah di bagian barat negara tersebut dan Damaskus telah menyiratkan kemungkinan melibatkan polisi militer Rusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Assad mengatakan tujuan utama zona itu adalah untuk melindungi warga sipil.
"Tujuan kedua adalah untuk memberikan militan yang ingin rekonsiliasi dengan pemerintah sebuah kesempatan ... untuk menyelesaikan masalah mereka, menyerahkan senjata dengan imbalan pengampunan," ujarnya dalam siaran yang dikutip
Reuters itu.
Damaskus menyatakan pemberontak mesti membantu pemerintah mengusir kelompok jihadis dari zona aman dan melihat kesepakatan rekonsiliasi itu, yang termasuk evakuasi pemberontak dari area terkepung, sebagai alternatif pembicaraan damai.
Kekerasan cukup berkurang setelah zona aman diumumkan pekan lalu, tapi pertempuran sengit masih berlangsung di sejumlah area.
Oposisi Suriah menolak gagasan Rusia itu, menyebutnya sebagai ancaman bagi integritas wilayah negara. Selain itu, mereka juga menolak untuk mengakui Iran sebagai penjamin rencana gencatan senjata apapun.
Assad mengatakan dirinya "tidak lelah" dan akan terus berperang melawan teroris--istilah yang digunakan pemerintah untuk merujuk pada semua pemberontak.
Dalam kesempatan ini, Assad juga menyinggung serangan yang diperintahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke salah satu pangkalan udaranya bulan lalu. Menurutnya, aksi yang diklaim merupakan respons atas dugaan penggunaan senjata kimia itu dilakukan untuk "menunjukkan mandatnya" kepada kelompok politik dan lobi AS.
Saat itu, Trump mengatakan pemerintah Suriah telah bertindak kelewat batas dengan melakukan serangan gas beracun pada warga sipil dan sikap orang nomor satu di Amerika itu kepada Assad telah berubah.
Sementara, Suriah menampik terlibat dalam serangan tersebut.