Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Iran akan menentukan nasib negaranya untuk empat tahun ke depan dalam pemilihan presiden hari ini, Jumat (19/5). Publik disodorkan dua pilihan yakni petahana yang pragmatis, Presiden Hassan Rouhani, atau oposisi garis keras, Ebrahim Raisi.
Sekitar 300 ribu pasukan keamanan dikerahkan untuk mengamankan proses pemungutan suara yang dilaporkan mulai dibuka sekitar 03.30 GMT dan ditutup pada 13.30 GMT, meski pihak berwenang sering memperpanjang waktu hingga malam hari.
Menjelang pemilu, ketegangan politik di Iran kian terasa. Sebab warga mesti memilih antara dua kandidat yang cukup bertolak belakang dan akan menentukan laju reformasi ekonomi, sosial, dan keterlibatan Teheran dengan dunia.
Rouhani, 68, dikenal sebagai politikus moderat yang reformis dan pragmatis. Di tangan eks sekretaris dewan keamanan nasional tertinggi itu, Iran berhasil menyepakati kesepakatan nuklir dengan dunia Barat yang akhirnya meringankan sanksi internasional terhadap Teheran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rouhani berupaya menggambarkan pemilu kali ini sebagai pilihan antara kebebasan sipil atau ekstremisme yang lebih pelik. Dia berusaha mengeluarkan Iran dari isolasi internasional dengan bersikap cukup kooperatif dengan negara Barat.
Walaupun begitu, Rouhani menghadapi persaingan yang lebih ketat menyusul catatan oposisi soal minimnya prestasi diplomatik dan ekonomi, terutama dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Rouhani membalasnya dengan menekankan strategi kampanye yang lebih tajam untuk memobilisasi suara perempuan dan pemuda Iran. Para pemuda disebut mulai pupus harapan terhadap Rouhani lantaran gagal menepati janjinya saat memenangkan pemilu 2013 lalu, yakni untuk meredakan penindasan agama di masyarakat.
Lebih dari sepertiga total 80 juta penduduk Iran berusia di bawah 30 tahun dan merindukan reformasi. Selama ini, masalah HAM masih menjadi perhatian warga sebab perempuan Iran masih memiliki hak yang lebih rendah dari pada kaum lelaki khususnya dalam hal warisan, perceraian, dan hak asuh anak.
Di sisi lain, Raisi, 56, politikus konservatif, adalah pemimpin Astan Quds Razavi, badan amal terkaya di dunia Muslim. Sepanjang tahun ini, Raisi disebut-sebut sebagai pelopor penerus Pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Hosseini Khamenei.
Pemilu presiden dianggap sebagai pembuka jalan bagi Raisi. Sejumlah pengamat mengatakan, dia telah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin tertinggi iran selanjutnya.
Selain itu, Khamenei, 77, juga disebut mendukung Raisi dalam pemilu kali ini. Dia juga dilaporkan mendukung Raisi sebagai bakal calon terkuat penerusnya.
[Gambas:Video CNN]Meski menyambut baik kesepakatan nuklir Iran, Raisi menyebut pemerintahan saat ini terlalu mempercayai negara Barat. "Iran seharusnya tidak menunjukkan kelemahan dalam menghadapi musuh," ucap Raisi dalam debat di televisi beberapa waktu lalu, dikutip
AFP, Rabu (17/5).
Diberitakan
Reuters, jajak pendapat Badan Mahasiswa Iran pada 8 Mei lalu memaparkan elektabilitas Rouhani masih unggul dengan angka 42 persen, mengalahkan Raisi yang diperkirakan hanya mendapat 27 persen.
Sejumlah pegiat HAM mengatakan, meski tak akan membawa perubahan kebebasan sipil yang besar, banyak pemuda melihat Rouhani sebagai satu-satunya pilihan tepat dalam pemilu kali ini.
Walaupun hasil pemilu ini tak memiliki pengaruh terhadap kebijakan luar negeri Iran secara keseluruhan--yang selama ini ditentukan oleh pemimpin tertinggi--kemenangan kelompok garis keras dianggap bisa merusak citra Teheran secara global dan menghalangi pemajuan investasi serta perdagangan luar negeri.
Jika ini terjadi, pembanguan ekonomi Iran yang tengah berupaya keluar dari keterpurukan bisa terhambat.