Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu pendiri Twitter, Evan Williams, secara terbuka meminta maaf atas peran platform media sosial buatannya yang mungkin banyak membantu Donald Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat pada November lalu.
"Ini sangat buruk, peran Twitter [membantu Donald Trump]. Jika memang benar Donald Trump bisa menjadi presiden dengan peran Twitter, maka saya minta maaf," kata Williams, Senin (22/5).
Komentar itu dilontarkan Williams ketika diminta menanggapi pernyataan Trump pada Maret lalu yang menganggap Twitter telah banyak membantunya untuk bisa berada di Gedung Putih.
Kepada
Fox News, Trump mengatakan, "saya pikir saya tak mungkin ada di sini jika bukan karena Twitter. Sebab banyak sekali berita dan media palsu yang tidak jujur di luar sana. Saya tidak menyebut
Fox, karena saya pikir pemberitaan
Fox termasuk adil, tapi lihat saja
CNN dan jaringan berita lain," kata Trump Maret lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trump memiliki sekitar 30 juta pengikut di akun Twitter pribadinya. Konglomerat itu memang dikenal sebagai pengguna aktif Twitter jauh sebelum pencalonannya di pemilu 2016 dan hingga kini sebagai presiden AS ke-45.
Sejak duduk di Gedung Putih dan mengambil alih kendali akun Twitter @Potus--akun Twitter resmi presiden AS--dia memiliki tambahan pengikut sebanyak 17 juta.
Meski tak sedikit pengguna yang mengkritik Trump, Twitter kerap digunakan secara ekstensif oleh para pendukungnya untuk membela orang nomor satu Amerika itu dengan membantu menjelek-jelekan rivalnya dari Partai Demokrat, Hilary Clinton.
Selain itu, gaya kicauan Trump yang sering kali agresif dan blak-blakan juga terus menjadi perhatian publik. Sejumlah penasihatnya bahkan telah mendesak Trump untuk menurunkan intensitas dan nada kicauannya.
The Wall Street Journal melaporkan, sejumlah anggota tim Trump telah mengingatkan pria berusia 70 tahun itu bahwa kicauannya selama ini "berisiko menyudutkan citranya" baik secara politik maupun hukum.
Sebab, tak jarang Trump melontarkan kritik keras terhadap sejumlah pihak yang dianggap berupaya menyudutkannya. Salah satunya, dia pernah berulang kali menyerang surat kabar New York Times yang dianggapnya sebagai organisasi "gagal."
Tak hanya itu, Trump bahkan menuding pendahulunya Barack Obama telah menyadapnya melalui kicauan di Twitternya tanpa membeberkan bukti konkret.
Williams yang kini sudah tak lagi menjabat sebagai CEO Twitter, mengaku bahwa platform jejaring sosialnya itu memang memiliki sejumlah kelemahan. Salah satunya adalah ruang tanpa batas bagi para pengguna untuk menuangkan seluruh gagasan dan perkataan.
Menurutnya, kebebasan berkicau di Twitter ini menjadi satu kelemahan yang dimanfaatkan kaum ekstremis dan sejumlah oknum lain untuk melakukan pelecahan serta penghinaan terhadap orang lain.
"Saya pikir ketika orang bisa berbicara, bertukar informasi, dan gagasan dengan bebas dunia secara otomatis akan menjadi lebih baik lagi. Ternyata saya keliru," kata Williams, seperti dikutip
The Independent.