Jakarta, CNN Indonesia -- Demi menyemangati tentara negaranya, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menjamin akan bertanggung jawab sepenuhnya atas semua konsekuensi darurat militer di Mindanao. Dengan nada kelakar, ia bahkan menyebut akan bertanggung jawab jika tentara melakukan pemerkosaan.
"Konsekuensi darurat militer dan dampak dari darurat militer, saya sendiri yang akan bertanggung jawab. Lakukan saja tugas kalian, saya akan mengurus yang lainnya. Jika kalian memerkosa tiga orang, saya yang akan mengaku melakukannya," ujar Duterte, dikutip
CNN.
Duterte memang sudah beberapa kali melontarkan canda mengenai pemerkosaan. Namun, pernyataannya kali ini mendapatkan respons keras dari sejumlah aktivis hak asasi manusia, salah satunya wakil direktur urusan Asia dari Human Rights Watch, Phelim Kine.
"Mengambil referensi kejahatan pemerkosaan sebagai praktik yang dapat diterima bagi pria bersenjata dan berkuasa, dalam situasi seperti ini, komentar itu merupakan humor yang sangat memuakkan," tutur Kine.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kine, komentar itu menegaskan pesan bahwa tentara dapat melakukan kejahatan paling serius terhadap warga sipil di Mindanao tanpa takut kehilangan akuntabilitas.
"Komentar pro-pemerkosaan ini menambah kekhawatiran aktivis HAM bahwa Duterte bukan hanya akan menutup mata atas kemungkinan penganiayaan oleh militer di Mindanao, tapi bahkan mendorong mereka," katanya kepada
CNN.Pernyataan ini pun membuat para aktivis HAM khawatir militer akan semakin berbuat sewenang-wenang. Saat memberlakukan darurat militer ini pada pekan lalu saja, Duterte memberikan kewenangan kepada tentara untuk menangkap orang tanpa surat perintah.
Meski dikecam banyak pihak, Duterte tetap berkeras akan menerapkan darurat militer ini. Ia mengatakan, hanya militer yang mengerti situasi di lapangan.
Duterte memberlakukan darurat militer pada pekan lalu, setelah terjadi bentrokan berkelanjutan antara militer Filipina dan kelompok militan Maute di Marawi yang sudah menewaskan puluhan orang.
Bentrokan pecah saat militer Filipina melancarkan operasi untuk menangkap pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.