Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus dugaan pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri dari pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, yang menyeret satu warga negara Indonesia, Siti Aisyah, ditransfer ke Pengadilan Tinggi Malaysia.
Hakim pengadilan menengah Malaysia mengatakan, kasus ini dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Shah Alam setelah dua kali terjadi penundaan sidang lantaran kekurangan bukti.
Pengacara Siti Aisyah, Gooi Soon Seng, mengatakan bahwa ia sudah meminta aparat menyerahkan sejumlah bukti untuk mempersiapkan pembelaan, tapi tak kunjung diberikan.
"Kegagalan menyerahkan dokumen materi pembelaan di masa-masa awal (persidangan) akan melemahkan upaya pembelaan," tutur Gooi sebagaimana dilansir
Straits Times, Selasa (30/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Jaksa Penuntut Umum, Iskandar Ahmad, mengatakan mereka tidak berkewajiban memberikan informasi hasil penyelidikan kepada dua kuasa hukum terdakwa. Bukti itu, katanya, akan diberikan di pengadilan tinggi.
"Prosedur yang layak adalah sebelum sidang di pengadilan tinggi, bukan di sini," ucap Iskandar Ahmad.
Dalam pengadilan sebelumnya, Siti Aisyah dan satu terduga lain asal Vietnam, Doan Thi Huong, dituntut dengan Hukum Pidana Pasal 34 mengenai pembunuhan. Jika terbukti bersalah, keduanya dapat diganjar hukuman mati.
Tuntutan ini dijatuhkan setelah aparat meneliti rekaman CCTV bandara internasional Kuala Lumpur yang menangkap aksi Siti dan Doan pada 13 Februari lalu. Dalam rekaman tersebut, kedua perempuan itu terlihat secara tiba-tiba membekap wajah Jong-nam.
Selama ini, Siti dan Doan selalu mengaku tak mengetahui bahwa cairan yang mereka usapkan di wajah Jong-nam merupakan racun VX, salah satu senjata kimia paling bahaya. Siti mengaku, ia dijebak untuk melakukan aksi itu.
Sementara itu, otoritas Malaysia terus melakukan penyelidikan dan memburu beberapa oknum yang diduga menjadi dalang pembunuhan ini.
Sebelumnya, Malaysia memburu dua warga Korut, yaitu seorang diplomat senior, Hwong Kang-song, dan seorang pegawai maskapai Air Koryo, Kim Uk-il. Mereka diduga bersembunyi di Kedubes Korut di Kuala Lumpur.
Namun kemudian, kedua orang tersebut diizinkan kembali ke negaranya melalui perjanjian antara Kuala Lumpur dan Pyongyang untuk memastikan pembebasan sembilan warga Malaysia yang tersandera di Korut.