Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan bahwa ia kemungkinan menolak undangan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk berkunjung ke Gedung Putih karena terlalu sibuk.
"Jadwal saya sangat padat. Saya tidak bisa berjanji. Saya harus pergi ke Rusia, saya harus pergi ke Israel," ujar Duterte sebagaimana dikutip
The Independent, Senin (1/5).
Pernyataan ini dilontarkan Duterte setelah menerima undangan langsung dari Trump yang disampaikan melalui sambungan telepon pada Sabtu (29/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah aktivis hak asasi manusia mengecam undangan Trump ini. Pasalnya, Duterte kini sedang menjadi perhatian publik akibat kampanye anti-narkobanya yang sudah menewaskan sekitar 7.000 orang tanpa proses peradilan jelas.
"Dengan mendukung Duterte dan kampanye anti-narkobanya, Trump secara secara moral terlibat dalam pembunuhan yang akan terjadi selanjutnya," ujar direktur advokasi Asia dari Human Rights Watch, John Sifton, kepada
The Independent.
Menanggapi kritik ini, Kepala Staf Gedung Putih, Reince Priebus, mengatakan bahwa fokus perbincangan Trump dan Duterte adalah masalah program rudal dan nuklir Korea Utara yang kian mengkhawatirkan.
Priebus mengatakan, kerja sama dengan Filipina dan negara Asia lainnya merupakan kunci penyelesaian masalah Korut ini. Trump pun turut mengundang para pemimpin dari Thailand dan Singapura.