Jakarta, CNN Indonesia -- Singapura menahan warga perempuan pertama atas tuduhan radikalisme di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri.
Kementerian Dalam Negeri Singapura melaporkan pada Senin (12/6), perempuan bernama Syaikhah Izzah Zahrah Al Ansari itu ditahan pada awal Juni.
Menurut Kemdagri Singapura, Izzah mulai terpapar radikalisme sejak 2013 lalu melalui propaganda di internet yang berkaitan dengan kelompok militan ISIS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ia mulai percaya bahwa ISIS mewakili semangat Islam yang sesungguhnya. Radikalisasi di dalam dirinya semakin dalam sejak saat itu," demikian pernyataan Kemdagri Singapura yang dikutip
Channel NewsAsia.
Izzah dapat terjerumus dalam jaringan internet ini karena mengenal sejumlah kontak yang mendukung ISIS. Beberapa dari kenalan Izzah itu bahkan dilaporkan sudah tewas di Suriah.
Setelah setahun terjerat dalam jaringan tersebut, Izzah kemudian mulai secara aktif mengunggah materi pro-ISIS di internet. Sejumlah akun sosial media Izzah sudah dihapus, tapi ia kemudian membuat profil baru.
Tak hanya menyebarkan propaganda tersebut, Izzah juga dilaporkan sudah berencana hijrah ke Suriah bersama anaknya untuk bergabung dengan ISIS.
"Sampai akhirnya, dia mengatakan bahwa sejak 2015, ia mencari seorang Salafi atau pendukung ISIS untuk dinikahi dan tinggal bersamanya dan anaknya di Suriah," tulis Kemdagri Singapura.
Jika suami idamannya itu mati di medan perang ISIS, Izzah percaya bahwa ia statusnya akan meningkat menjadi "janda martir."
Tak hanya itu, Izzah juga mengaku siap untuk mengikuti latihan militer dan bergabung dalam pertarungan bersenjata demi membela ISIS.
Orang tua dan saudara Izzah pun mulai khawatir. Namun, mereka memilih untuk mencoba mendekati Izzah tanpa melapor ke otoritas. Hingga akhirnya, otoritas mendeteksi keberadaan Izzah.
Dalam siaran persnya, Kemdagri Singapura pun menekankan pentingnya peran anggota keluarga dan teman untuk melapor kepada otoritas jika menemukan gelagat radikalisme dalam diri kerabat.