Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Tim Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pelanggaran HAM di Myanmar, Marzuki Darusman, meminta akses untuk meneliti dugaan pelanggaran yang terjadi di negara bagian Rakhine, dan mengincar etnis muslim Rohingya.
Marzuki mengatakan akses penyelidikan menjadi penting agar timnya dapat segera memberi laporan awal kepada Dewan HAM PBB mengenai situasi dan kondisi awal yang sebenarnya terjadi di Rakhine.
"Kami minta pengertian pemerintah Myanmar untuk buka akses bagi kami untuk ke sana--dengan harapan paling lambat 10 hari ke depan. Ini diperlukan supaya kami bisa segera memberi gambaran sementara situasi di sana kepada Dewan HAM PBB pada 18 September mendatang," kata Marzuki saat ditemui di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (8/9) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Rakhine--tempat bentrokan antara aparat dan etnis minoritas Muslim terutama Rohinya terjadi---Marzuki mengatakan tim pencari fakta juga akan menyasar wilayah-wilayah lainnya di Myanmar.
Atas dasar akses belum diberikan, Marzuki mengatakan sementara ini timnya masih melakukan penyelidikan awal yang didasarkan pada penelusuran dokumen yang berkaitan dengan konflik komunal dan kemanusiaan di Myanmar.
Salah satu yang menjadi rujukan timnya, papar Marzuki, adalah laporan dan rekomendasi yang dibuat Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Rakhine, Kofi Annan sekitar Maret lalu.
"Jelas kami akan merujuk pada hasil yang ditemukan dalam laporan dan rekomendasi yang dibuat Kofi Annan. Laporan tersebut bisa jadi langkah awal kami. Itu samgat membantu memperlancar tugas kami di Rakhine," kata eks Ketua Tim Pencari Fakta PBB untuk pelanggaran HAM di Korea Utara tersebut.
"Kami juga pelajari dulu semua dokumen tentang pemerintah Myanmar dan insiden-insiden yang selama ini terjadi. Kami studi dokumen mulai dari laporan-laporan yang dibuat 15-20 tahun lalu," katanya menambahkan.
Pembukaan akses ke Myanmar, kata Marzuki, bakal menjadi langkah awal dunia untuk membantu percepatan penyelesaian krisis kemanusiaan di Rakhine.
"Dengan akses penyelidikan, kita bisa memastikan kondisi perkembangan di sana untuk kemudian membuat rekomendasi kepada PBB dan bahkan solusi kepada Myanmar untuk menyelesaikan krisis berkepanjangan ini," katanya.