WAWANCARA EKSKLUSIF

Tim PBB Endus Dugaan Pelanggaran HAM Berat terhadap Rohingya

CNN Indonesia
Senin, 02 Okt 2017 11:40 WIB
Kepada CNNIndonesia.com, Ketua TPF PBB untuk Myanmar, Marzuki Darusman, menjelaskan dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada etnis Rohingya di Rakhine.
Ilustrasi pengungsi Rohingya. (REUTERS/Danish Siddiqui)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Tim Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Myanmar, Marzuki Darusman, mengatakan timnya mengendus dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi di negara bagian Rakhine dan menyasar etnis minoritas, terutama Muslim Rohingya.

Marzuki menuturkan temuan awal timnya selama 10 hari berada di Cox’s Bazar, Bangladesh, tidak jauh dari laporan media selama ini mengenai krisis kemanusiaan di Rakhine. TPF, paparnya, mendapat kesaksian para pengungsi Rohingya yang mengaku menderita karena terpaksa melarikan diri dari tempat tinggalnya akibat bentrokan yang terjadi di Rakhine.

“Apa yang didapat menyerupai gambaran yang sudah dimiliki publik internasional mengenai apa yang sudah terjadi di sana. Ini tergambar dari eksodus besar-besaran penduduk yang jika dilihat mengalami penderitaan,” ucap Marzuki dalam wawancara eksklusif di kantor CNNIndonesia.com pada Kamis (28/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jelas bahwa keluarnya masyarakat dari Rakhine itu adalah untuk mencari perlindungan terhadap tindakan kekerasan sebagai akibat dari clash antara kelompok bersenjata ini dengan pemerintah pusat. Mereka [Rohingya] terpaksa berpindah dari tempat kehidupan yang lama ke tempat yang lebih aman.”

Meski begitu, Marzuki mengatakan masih terlalu dini bagi timnya untuk memberi kesimpulan perihal dugaan pelanggaran HAM berat di negara Asia Tenggara itu. Sebab, timnya masih memerlukan sejumlah fakta lain termasuk penjelasan dari pemerintah terkait, seperti Myanmar dan Bangladesh.

Sampai saat ini, kata Marzuki, timnya juga belum bisa mendapat akses masuk ke Myanmar terutama Rakhine untuk meninjau langsung wilayah konflik. Padahal, pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi sudah mempersilakan kelompok HAM untuk meninjau langsung pusat konflik.
“Kami belum diberi akses menyelidiki. Myanmar membantah telah terjadi pembunuhan besar-besaran di negaranya dan belakangan mereka menyatakan kesediannya diteliti masyarakat internasional mengenai apa yang terjadi di sana. Tapi sayangnya mereka mengecualikan TPF,” kata Marzuki.

“Kami tak hanya mencari kesimpulan, kami juga harus memberi solusi untuk masalah. Karena itu akses penyelidikan dibutuhkan TPF agar mendengar sendiri penjelasan pemerintah soal dinamika ini sehingga ada interaksi agar TPF merasa yakin bahwa Myanmar ada dalam posisi yang baik untuk menyelesaikan krisis ini.”
[Gambas:Video CNN]
Selama ini Myanmar menekankan konflik di Rakhine merupakan permasalahan internal dan kedaulatan sebagai alasan pemerintahnya tak memberi akses penyelidikan TPF PBB.

Naypyidaw juga berpendapat pelapor khusus untuk Myanmar serta rekomendasi Komisi Penasehat Rakhine Kofi Annan sudah cukup mewakili upaya penyelidikan pelanggaran HAM di negara itu.
Namun, Marzuki menganggap Myanmar tidak bisa menjadikan laporan tim Kofi Annan sebagai penyelidikan HAM. Sebab, laporan eks sekretaris jenderal PBB itu hanya merupakan rekomendasi rekonsiliasi sosial di Myanmar melalui pembangunan ekonomi, sosial, dan politik.

“[Penyelidikan] adalah mandat TPF, itu bahkan juga disebut dalam laporan Kofi Annan. Tidak cukup jika Myanmar mengatakan sudah ditelitii dunia internasional, karena komisi Kofi Annan tidak dimandatkan untuk menyelidiki pelanggaran HAM. Ini yang terus diperdebatkan Myanmar,” ucap eks pelapor khusus PBB untuk pelanggaran HAM di Korea Utara itu.

“Soal masalah Rakhine, saya pikir sudah tidak tepat jika Myanmar sebut ini masalah internal karena sudah berdampak juga pada negara lain bahkan regional seperti gelombang pengungsi. Myanmar juga menerima bantuan internasional yang menandakan ini bukan masalah domestic lagi,” ujarnya menambahkan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER