Jakarta, CNN Indonesia -- Google menguak bahwa sejumlah oknum Rusia menghabiskan dana puluhan ribu dolar untuk memasang iklan di YouTube, Gmail, dan produk Google Search dalam upaya mengintervensi pemilihan umum Amerika Serikat demi memenangkan Donald Trump.
Seorang sumber mengatakan kepada
Reuters bahwa oknum ini kemungkinan berbeda dengan entitas dekat Kremlin yang membeli iklan di Facebook Inc. Namun, ia memastikan bahwa temuan ini mengindikasikan upaya Rusia untuk menebar disinformasi di jagad maya.
Menurut sumber tersebut, Google menemukan fakta bahwa oknum itu menghabiskan dana kurang dari US$100 ribu untuk memasang iklan yang berpotensi berkaitan dengan sejumlah aktor Rusia.
Kabar ini pertama kali dilaporkan oleh
Washington Post. Setelah itu,
Daily Beast melaporkan bahwa pemerintah Rusia merekrut setidaknya dua blogger kulit hitam untuk mengunggah video di YouTube selama masa kampanye.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video itu, kedua blogger tersebut berperan sebagai simpatisan kampanye Black Lives Matter yang dikenal sangat kritis terhadap rival Trump dalam pemilu, Hillary Clinton.
Saat dimintai konfirmasi, Google tidak menampik berita ini. Dalam pernyataannya, Google hanya menyatakan bahwa mereka memiliki regulasi yang membatasi iklan kampanye politik dan mencegah adanya konten rasis.
"Kami menyelidiki lebih dalam mengenai upaya mempergunakan sistem kami, bekerja sama dengan peneliti dan perusahaan lainnya, dan kami akan membantu penyelidikan yang sedang berlangsung," ujar seorang juru bicara Google, Senin (9/10).
[Gambas:Video CNN]Kongres dan intelijen AS memang sedang menggelar penyelidikan besar-besaran atas dugaan intervensi Rusia dalam pemlu AS.
Para petinggi Google pun diundang untuk memberikan kesaksian mengenai upaya Rusia untuk menggunakan jaringan mereka demi memengaruhi hasil pemilu.
Tak hanya Google, Kongres juga mengundang para petinggi Facebook dan Twitter, layanan yang diduga digunakan oleh Rusia untuk menebar informasi hasutan.
"Jika Vladimir Putin menggunakan Facebook atau Google atau Twitter untuk menghancurkan demokrasi kita, warga Amerika harus tahu tentang itu," kata senator dari Partai Demokrat, Richard Blumenthal.