Jakarta, CNN Indonesia -- Uni Eropa berencana memutus hubungan dengan sejumlah jenderal Myanmar sebagai langkah awal untuk meningkatkan sanksi akibat kekerasan militer terhadap Rohingya di Rakhine.
Diberitakan
Reuters, rencana ini akan dibicarakan dalam rapat menteri luar negeri anggota Uni Eropa pada 16 Oktober mendatang.
Dalam draf pernyataan bersama yang dilihat Reuters tertulis bahwa blok itu "akan menangguhkan undangan kepada panglima pasukan bersenjata Myanmar dan petugas militer senior lainnya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isi dokumen itu juga menekankan kembali dukungan negara anggota terhadap embargo senjata dan peralatan lainnya "yang dapat digunakan untuk represi dalam negeri" oleh Myanmar.
Draf sanksi itu juga kembali mendesak Myanmar untuk mengurus repatriasi para pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Merujuk pada data Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar 570 ribu Rohingya kabur ke Bangladesh sejak kekerasan kembali pecah di Rakhine pada 25 Agustus lalu.
Bentrokan itu dipicu oleh serangan kelompok bersenjata Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) ke sejumlah pos polisi dan pangkalan militer di Rakhine.
[Gambas:Video CNN]Militer pun melaksanakan operasi untuk membersihkan Rakhine dari ARSA. Namun ternyata, militer juga membunuh orang Rohingya yang tak bersalah, menewaskan hingga 1.000 orang.
PBB pun menyebut Myanmar melakukan upaya "pembersihan etnis" di negaranya. Namun, Myanmar terus menampik tuduhan tersebut.
Dalam draf pernyataan ini, Uni Eropa menyebut situasi di Rakhine "sangat serius." Mereka juga menyoroti konflik antara nasionalis Myanmar dan etnis minoritas di provinsi Kachin dan Shan.