Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menunjuk utusan khususnya, Bob Rae, untuk ke Myanmar dan mendesak pemerintah setempat menyelesaikan krisis Rohingya.
"[Dia] akan menekankan pentingnya menyelesaikan krisis kemanusiaan dan keamanan di Myanmar dan mengatasi situasi yang berdampak pada populasi yang rentan, termasuk komunitas Muslim Rohingya," ujar Trudeau dalam pernyataannya, Senin (23/10).
Rae akan berangkat pada pekan depan. Sepulangnya dari Myanmar, Rae kemudian akan memberikan masukan kepada Trudeau mengenai cara terbaik untuk mendukung "mereka terkena dampak dan harus mengungsi akibat kekerasan belakangan ini."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana dilansir
AFP, Rae diperkirakan akan melaporkan hasil penugasannya ini kepada publik pada Januari mendatang.
Dalam pernyataan ini, Trudeau juga mengumumkan, Kanada akan menggandakan bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi Rohingya menjadi 25 juta dolar Kanada atau setara Rp267,9 miliar.
"Saya sangat khawatir dengan krisis kemanusiaan dan keamanan di negara bagian Rakhine di Myanmar, terutama persekusi brutal atas orang Muslim Rohingya," ucap Trudeau.
Senada dengan Trudeau, Menteri Luar Negeri Kanada, Chrystia Freeland, menyerukan agar Myanamr segera menghentikan serangan besar-besaran terhadap Rohingya.
"Kejahatan kemanusiaan dan tanggung jawab untuk menghentikan pembersihan etnis ini bergantung penuh pada kepemimpinan militer Myanmar dan pemerintah sipilnya," tutur Freeland.
Sebelumnya, pernyataan serupa juga sudah dilontarkan oleh Trudeau saat mengkritik pemerintahan Myanmar di bawah pemimpin defacto Aung San Suu Kyi.
[Gambas:Video CNN]Sejak memenangkan pemilu dua tahun lalu, Suu Kyi diharapkan dapat membawa perubahan dalam permasalahan kaum Rohingya yang selama ini tertindas dan selalu mengalami diskriminasi di negaranya.
Namun ternyata, setelah memangku kepentingan, sang peraih Nobel Perdamaian itu dianggap tak berbuat banyak untuk mengatasi krisis Rohingya karena militer masih memegang kendali besar atas politi di Myanmar.
Kekerasan terhadap Rohingya pun tak berhenti. Gelombang kekerasan terbaru pecah pada 25 Agustus lalu, ketika kelompok bersenjata Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) menyerang sejumlah pos polisi dan satu pangkalan militer di Rakhine.
Militer Myanmar akhirnya melakukan operasi untuk membersihan tanah Rakhine dari ARSA. Namun nyatanya, militer tak hanya menumpas anggota ARSA, tapi juga sipil Rohingya lainnya.
Gelombang kekerasan ini sudah merenggut 1.000 orang dan membuat lebih dari 500 ribu Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
(has)