Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mendesak pemimpin defacto Myanmar,
Aung San Suu Kyi, untuk segera memberikan akses pemulangan bagi pengungsi
Rohingya yang kini berada di Bangladesh.
Desakan itu disampaikan langsung oleh Guterres saat bertemu dengan Suu Kyi di sela Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN d Manila, Filipina, pada Selasa (14/11).
"Sekretaris Jenderal menyoroti penguatan upaya untuk memastikan akses kemanusiaan yang aman, terhormat, sukarela, dan pemulangan berkelanjutan, juga rekonsiliasi antar-komunitas, itu akan sangat penting," demikian pernyataan PBB yang merangkum isi pertemuan tersebut.
Suu Kyi sendiri sudah berjanji akan segera menerima para pengungsi Rohingya yang kabur ke Bangladesh setelah bentrokan antara militer dan kelompok bersenjata pecah di Rakhine pada Agustus lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak saat itu, tercatat lebih dari 600 ribu Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Namun, Suu Kyi selalu menekankan bahwa para pengungsi harus mengikuti prosedur yang ditentukan jika ingin kembali.
Kebanyakan pengungsi pesimistis dapat memenuhi persayaratan tersebut karena mereka tidak memiliki dokumen resmi.
Rohingya sendiri tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar, meski mereka sudah hidup beberapa generasi di negara itu.
Akibatnya, mereka kerap menjadi target diskriminasi dan kekerasan, seperti yang mereka alami sejak Agustus lalu.
Bentrokan itu sebenarnya dipicu oleh serangan kelompok bersenjata Pasukan Pelindung Rohingya Arakan (ARSA) ke sejumlah pos polisi dan pangkalan militer di Rakhine.
Militer pun melakukan operasi untuk membersihkan ARSA dari tanah Rakhine. Namun ternyata, mereka tak hanya menghabisi ARSA, tapi juga sipil Rohingya.
Suu Kyi yang awalnya menjadi harapan dunia untuk melakukan rekonsiliasi pun dianggap mengecewakan. Peraih Nobel Perdamaian ini sering kali bungkam mengenai masalah Rohingya, diduga karena kuatnya cengkeraman militer di dalam pemerintahan.
(has)