Dikritik, Pemerintah RI Tak Menyesal Undang Petinggi HAM PBB

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Jumat, 09 Feb 2018 07:30 WIB
Meski mendapat banyak kritikan, pemerintah menegaskan tak menyesal mengundang Komisaris Tinggi Dewan HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein, ke Indonesia.
Meski mendapat banyak kritikan, pemerintah menegaskan tak menyesal mengundang Komisaris Tinggi Dewan HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein, ke Indonesia. (Foto: CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia melalui duta besarnya untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Hasan Kleib, mengatakan tidak menyesal mengundang Komisaris Tinggi Dewan HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein, ke Indonesia.

"Pemerintah sama sekali tidak menyesal mengundang Pangeran Zeid karena satu hal yang penting, beliau malah justru jadi mengetahui situasi dan kondisi yang sesungguhnya mengenai Indonesia, terutama dalam masalah HAM," kata Hasan saat ditemui di Jakarta, Kamis (8/2).

Hasan mengatakan selama berada di Jenewa dirinya kerap mendapat keluhan Zeid dan pelapor khusus PBB lain mengenai HAM di Indonesia. Di satu sisi, Zeid belum pernah berkunjung ke Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Maka dari itu, dari pada Pangeran Zeid hanya menerima laporan negatif dari LSM, individu, dan sejumlah pihak lainnya mengenai HAM di Indonesia ketika beliau belum pernah mengunjungi Indonesia, lebih baik kita undang beliau untuk melihat sendiri keadaan di sini," ucapnya.

Pernyataan itu diungkapkan Hasan menyusul kunjungan Zeid ke Jakarta pada 5-7 Februari. Selain bertemu presiden dan sejumlah menteri serta pejabat negara lain, Seid juga bertemu dengan sejumlah aktivis HAM, LSM, dan Komnas HAM.

Di hari terakhir lawatannya, Zeid menggelar jumpa pers di kantor PBB untuk Indonesia dan memaparkan hasil pengamatannya selama berada di Jakarta. Kepada wartawan, Zeid mengkritik sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai diskriminatif seperti rancangan undang-undang revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan penerapan eksekusi mati.

Menurut Zeid penerapan hukuman mati bagi terpidana narkoba bukan lah solusi mengentaskan peredaran dan penggunaan narkoba di Indonesia. Menurutnya, penerapan eksekusi mati juga tidak sesuai karena pelanggaran narkoba tidak lah masuk sebagai kategori kejahatan serius.


Selain itu, salah satu pangeran Jordania itu juga menganggap revisi KUHP yang bakal disahkan Dewan Perwakilan Rakyat 14 Februari mendatang diskriminatif. Amendemen yang bakal disahkan tersebut, menurutnya, mengandung diskriminasi dan pelanggaran HAM.

Ia menilai revisi KUHP tersebut bisa semakin mengkriminalisasi dan melegalkan diskriminasi terhadap minoritas seperti kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

Zeid juga menyoroti sejumlah isu seperti penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan di Papua, kasus gizi buruk yang dialami suku pedalaman Papua, Asmat, dan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

Meski begitu, Hasan mengatakan pemerintah tidak khawatir. Sebab, sampai saat ini pemerintah memang masih mengakui banyak tugas yang harus diselesaikan dan tingkatkan soal HAM di Indonesia.

"Yang utama adalah pemerintah mengakui masih banyaknya tantangan [soal HAM] dan berkomitmen menyelesaikan itu. Dan itu pun diakui Pangeran Zeid bahwa tidak mudah menyelesaikan masalah HAM apalagi kasus HAM di masa lalu dan ini tidak hanya terjadi pada Indonesia saja, tapi juga semua negara. Karena setiap negara pasti punya luka lama," kata Hasan.


"Beliau juga mengapresiasi Indonesia karena setelah berkunjung ke sini, dia mengaku mendapat perspektif yang berbeda mengenai Indonesia. Pangeran Zeid juga mengaku RI merupakan salah satu negara paling progresif di kawasan dalam upaya mengutamakan HAM," lanjutnya.

Menanggapi soal kritikan hukuman mati, Hasan mengatakan Indonesia masih terus meninjau hukum tersebut. Hasan mengatakan pemerintah juga berencana menjadikan hukuman mati sebagai sanksi alternatif bagi terpidana narkoba, dengan memberikan keringanan hukuman jika terpidana berkelakuan baik.

"Menteri Hukum dan HAM kemarin menjelaskan semua kepada Zeid soal ini. Tapi kami menekankan kepadanya jangan minta pemerintah hapuskan hukuman mati karena itu sudah ada dalam konstitusi. Malasah narkoba itu kejahatan serius atau tidak, itu soal perspektif. Bagi Indonesia, narkoba merupakan hal yangs erius karena menewaskan banyak orang setiap harinya," kata Hasan.

Soal revisi KUHP dan LGBT, Hasan membantah bahwa amandemen itu guna melegalkan diskriminasi. Menurutnya, revisi KUHP itu dilakukan demi melindungi anak di bawah umur dari kekerasan.

"Tidak akan pernah pemerintah mendorong atau mempromosikan diskriminasi, tapi jangan berharap pemerintah Indonesia mempromosikan LGBT apalagi melegalkan pernikahan sesama jenis seperti negara lain karena itu menantang norma, prinsip, dan budaya warga Indonesia," lanjutnya. (rah)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER