Jakarta, CNN Indonesia -- Pemindahan Kedutaan Besar
Amerika Serikat untuk
Israel ke Yerusalem, disertai pembunuhan puluhan warga Palestina pada Senin (14/5), disebut semakin membuat perdamaian yang ditengahi AS kian mustahil tercapai.
"Antara nol atau tidak ada sama sekali," kata Martin Indyk, mantan utusan khusus AS untuk negosiasi Israel-Palestina di pemerintahan Barack Obama, terkait peluang Presiden Donald Trump mendamaikan kedua negara Timur Tengah.
Pasukan Israel menembak mati puluhan demonstran Palestina di perbatasan Gaza pada Senin, saat Kedubes AS secara resmi dipindahkan dari Tel Aviv. Pemimdahan Kedubes ini memenuhi janji kampanye Trump sekaligus membuat marah warga Palestina dan memicu kritik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pejabat Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan 58 demonstran tewas dan 2.700 lainnya terluka akibat tembakan senjata api, gas air mata dan lain-lain. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pihaknya bertindak untuk mempertahankan diri dari kelompok Hamas yang menguasai wilayah pesisir itu.
"Sulit untuk melihat bagaimana pemimpin Palestina bisa kembali ke proses perdamaian yang didorong Amerika" setelah pemindahan kedubes dan pembunuhan di Gaza, kata Khaled Elgindy, mantan penasihat pemimimpin Palestina yang kini bekerja di Brookings Institution, Washington.
"Jika dan ketika pemerintahan mendorong rencana perdamaian, kemungkinan besar hal itu lebih dulu mati sebelum ditindaklanjuti," ujarnya sebagaimana dikutip
Reuters. "Setidaknya, hal itu harus disertai dorongan untuk pihak Israel agar berhenti menggunakan upaya mematikan terhadap demonstran."
Alih-alih meminta Israel menahan diri, seperti Perancis dan Inggris, AS malah menyalahkan Hamas.
"Hamas secara sengaja dan sinis memicu respons ini," kata juru bicara Gedung Putih Raj Shah. Dia juga mengatakan Amerika tak percaya pembukaan kedubes maupun kekerasan itu akan memengaruhi rencana damainya.
Hamas menampik memicu kekerasan tersebut.
Trump selama ini berpendapat pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota salah satu sekutu terdekat AS membuat "Yerusalem, bagian tersulit dalam negosiasi, tak lagi perlu diperhitungkan" dan secara resmi mengakui kenyataan di lapangan.
Israel menganggap seluruh bagian kota tersebut, termasuk bagian timurnya yang diduduki pada perang 1967, sebagai "ibu kota abadi dan tak terpisahkan."
[Gambas:Video CNN] (aal)