Jakarta, CNN Indonesia --
Gelombang panas (heatwave) menewaskan sedikitnya 65 orang di Karachi, kota di sebelah selatan
Pakistan selama tiga hari terakhir. Gelombang panas yang menyengat di bulan Ramadan di negeri mayoritas beragama muslim itu dikhawatirkan bakal menelan lebih banyak korban.
Gelombang panas terjadi bersamaan dengan pemadaman listrik. Suhu mencapai 44 derajat Celsius pada Senin (21/5).
Faisal Edhi, pengurus Yayasan Edhi yang mengelola layanan ambulans dan pemakaman di kota terbesar di Pakistan tersebut menyatakan kematian berjatuhan di wilayah miskin di Karachi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebanyak 65 orang meninggal dalam tiga hari terakhir," kata Edhi seperti dilansir kantor berita
Reuters. "Kami menyimpan jenazah di fasilitas pendingin dan dokter setempat menyatakan mereka meninggal karena sergapan panas."
Menteri Kesehatan Provinsi Sindh, Fazlullah Pechuho membantah adanya kematian akibat sengatan panas. "Hanya dokter dan rumah-rumah sakit yang bisa memutuskan apakah penyebab kematian itu akibat gelombang panas atau bukan. Saya menolak kategori orang meninggal akibat sergapan panas di Karachi," kata Pechuho dilansir surat kabar berbahasa Inggris di Pakistan, Dawn.
Edhi menyatakan jenazah korban yang dibawa ke rumah duka adalah para pekerja pabrik yang berasal dari kawasan miskin Landhi dan Korang, Karachi.
"Mereka bekerja di sekitar pemanas dan mesin perebus air di pabrik-pabrik tekstil. Di daerah itu terjadi pemadaman listrik rutin delapan hingga sembilan jam di kawasan itu," kata Edhi. Suhu udara diperkirakan mencapai lebih dari 40 derajat Celcius hingga Kamis.
Kabar kematian akibat sergapan panas di Karachi dapat menimbulkan keresahan akan berulangnya tragedi gelombang panas pada 2015. Saat itu rumah-rumah sakit dan rumah duka penuh jenazah korban. Sedikitnya 1.300 orang, terutama lansia dan orang-orang sakit meninggal karena serangan panas.
Pada 2015, rumah duka Edhi kehabisan ruang pendingin karena dipenuhi 650 jenazah dalam beberapa hari. Ambulans terpaksa meninggalkan jenazah membusuk akibat dibiarkan di luar ruangan dengan suhu udara yang panas.
Pemerintah provinsi di Pakistan tersebut berusaha meyakinkan warga bahwa kejadian gelombang panas pada 2015 itu tidak akan terulang. Mereka berjanji untuk memberikan perawatan bagi mereka yang membutuhkan bantuan segera.
(nat)