Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Presiden Amerika Serikat
Donald Trump untuk meninggalkan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) dinilai berkaitan dengan kondisi politik dalam negeri AS.
Ini bukan kali pertama AS meninggalkan organisasi maupun perjanjian internasional. Pengajar Kajian Amerika Universitas Indonesia, Alfred Inkiriwang, mengatakan langkah itu semakin menegaskan bahwa Trump tak menginginkan AS terus menjadi polisi dunia.
Kepada
CNNIndonesia.com, belum lama ini, Alfred mengatakan dirinya menduga masih akan ada langkah-langkah kontroversial lain dari Trump, dengan tujuan memenuhi janji kampanye pada 2016 lalu demi mengamankan periode jabatan kedua sebagai presiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trump dinilai melakukan itu untuk menarik simpati warga AS dengan menunjukkan bahwa dirinya memprioritaskan perekonomian dan kesejahteraan dalam negeri daripada menghamburkan uang bagi kemaslahatan orang lain.
"Politik dalam negeri AS sangat menarik sekali sebab lebih sulit menangani politik dalam negeri daripada luar negeri. Banyak yang tidak suka dan anti-Trump, bahkan dari Partai Republik sendiri," kata Alfred.
"Dan satu-satunya cara mengubah pandangan negatif itu adalah dengan cara memperlihatkan publik AS bahwa pemerintah lebih mengutamakan penggunaan uang negara bagi kesejahteraan warga dibanding kebijakannya ke luar."
Lebih lanjut, Alfred mengatakan Trump akan terus berusaha merealisasikan janji-janji kampanyenya, meski berbuah kontroversi dan kritikan karena bertentangan dengan yang selama ini biasanya diambil presiden AS.
Hal itu, ujar Alfred, dilakukan Trump juga demi membuktikan kepada warga bahwa dia menepati seluruh janji politiknya saat kampanye.D
"Ikut organisasi internasional itu membutuhkan dana yang besar dan tak jarang AS menjadi donatur terbesar badan-badan tersebut," kata Alfred.
"Sebenarnya tidak ada pengaruh bagi AS dengan keluar dari UNHRC. Yang hilang itu hanya persepsi dunia yang tak lagi melihat AS sebagai panutan. Trump memang tidak menginginkan AS jadi panutan dunia, dia tak seideologis Obama yang menjunjung tinggi HAM, kemitraan, lingkungan, dan perubahan iklim."
 Trump menarik AS dari perjanjian nuklir Iran karena negara tersebut diduga masih mengembangkan rudal balistik. (Reuters/Mahmood Hosseini) |
Sejak Trump resmi menjabat di Gedung Putih pada Januari 2017 lalu, politikus Partai Republik itu telah menarik AS keluar dari sejumlah organisasi dan perjanjian internasional.
Tercatat AS sudah meninggalkan Badan Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya PBB, Perjanjian Iklim, Kemitraan Trans-Pasifik (TPP), hingga perjanjian nuklir dengan Iran.
Alfred mengatakan Trump benar-benar ingin merealisasikan prinsipnya yakni
'America First' dengan menarik Negeri Paman Sam keluar dari kesepakatan-kesepakatan yang dianggapnya tidak menguntungkan.
"Sejak awal kampanye, Trump sudah memperlihatkan bahwa dia tidak suka dengan tatanan liberal internasional selama ini yang mirisnya diciptakan oleh AS sendiri sebab menurutnya itu merugikan negara," kata Alfred.
"Dalam pidato pelantikannya, Trump bahkan mengatakan para pendahulunya hanya membawa AS ke arah kerugian. Dia tidak suka perdagangan bebas yang tidak fair, dia tidak suka aliansi-aliansinya seperti contohnya NATO karena menurutnya mereka tidak memberikan profit bagi negara dan justru sebaliknya."
Di tangan Trump, kata Alfred, kebijakan luar negeri AS akan lebih 'tertutup'. Meski begitu, dosen program pascasarjana UI itu mengatakan Amerika akan tetap 'ikut campur' dalam setiap urusan politik internasional yang bisa menguntungkan AS.
Dalam konteks UNHRC, menurut Alfred, AS sudah tidak lagi melihat UNHRC bekerja sejalan dengan kepentingannya, tertutama mengenai hubungan dengan Israel.
Trump juga dinilai lebih mengarahkan kebijakannya agar terfokus pada penguatan ekonomi dan militer dalam negeri demi meningkatkan nilai tawar AS dalam setiap negosiasi internasional.
 AS keluar dari UNHRC karena badan tersebut dinilai lebih membela Palestina. (REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa) |
"Saat mengumumkan keluarnya AS dari UNHRC, Duta Besarnya untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan bahwa salah satu alasan Washington keluar adalah karena badan PBB itu dianggap munafik terutama terkait sikap bias UNHRC terhadap Israel," ucap Alfred.
"Ini jelas menandakan bahwa AS, di tangan Trump, tak segan keluar dari segala komitmen terdahulunya jika memang dia anggap tak menguntungkan. Jadi bukan berarti AS tak peduli lagi pada dunia, tapi lebih kepada bagaimana urusan dunia itu membawa profit atau tidak bagi AS."
Sebagai contoh, Alfred mengatakan di tangan Trump AS tak terlalu vokal merespons sikap agresif China di Laut China Selatan. Sebab, menurutnya, konflik China dan sebagian negara Asia Tenggara di perairan itu tidak memiliki banyak keuntungan bagi Amerika.
Namun, di saat bersamaan, AS sangat meneliti hubungan dagangnya dengan China dan beberapa negara lain karena dianggap berpengaruh besar terhadap keuntungan dan pertumbuhan ekonomi AS sendiri.
"Jadi kalau urusan itu menguntungkan AS, baru Trump akan ikutan bermain di situ. sebagai contoh, perthatian AS terhadap ASEAN kini tidak terlalu signifikan. Trump tidak banyak menggubris sikap China yang bahkan sudah bangun instalasi militer di LCS."
(aal)