Jakarta, CNN Indonesia -- Polisi
Malaysia menangkap tujuh tersangka milisi
negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), Kamis (19/7). Termasuk seorang pria yang berniat membunuh Raja Malaysia dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Tiga di antara tujuh tersangka adalah
warga Indonesia (WNI).Kepala polisi Malaysia, Mohamad Fuzi Harun menyatakan penangkapan terjadi dalam operasi khusus di empat negara bagian, johor, Terengganu, Selangor, dan Perak antara 12-17 Juli tahun ini.
"Empat tersangka warga Malaysia, tiga lagi warga Indonesia," tulis situs berita Singapura,
Straits Times, Kamis (19/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pernyataan yang diunggah di akun Twitter resmi Polisi Diraja Malaysia (PDRM), nama-nama tersangka tidak disebut. Namun tanggal dan tempat penangkapannya berikut tuduhannya diuraikan. Tiga yang disebut pertama adalah warga Indonesia.
"Tangkapan pertama pada 12 Juli 2018, di Terengganu melibatkan seorang tersangka laki-laki warga negara Indonesia berusia 26 tahun, bekerja sebagai pedagang. Tersangka merupakan anggota kelompok Negara Islam Indonesia (NII), yang telah berbaiat dengan pemimpin tertinggi kumpulan tersebut di Bandung," tulis pernyataan Kepolisian Diraja Malaysia yang diunggah lewat akun Twitter-nya, Kamis (17/7).
Tersangka juga menjalani beberapa kali latihan ketentaraan kelompok NII di sekitar Bandung antara 2015-2018. Istri tersangka, berkewarganegaraan Malaysia turut menyatakan kepatuhan (baiat) pada ISIS. Tersangka juga berencana membawa istri dan anak-anak tirinya untuk pergi ke Suriah guna bergabung dengan ISIS.
Pada tangkapan kedua, 12 Juli 2018 di Petaling Jaya, Selaongor, polisi menangkap seorang warga Indonesia berusia 27 tahun yang bekerja sebagai pegawai kontrak.
Tersangka mengaku terlibat dalam ISIS dan menyimpan sekitar 100 video dan 90 gambar di telepon genggam mliknya. Dia juga mengunggah foto-foto dan video mempromosikan ISIS tersebutdi laman Facebook-nya. "Tersangka juga merancang untuk menyertai kelompok ISIS di Suriah," tulis PDRM lewat akun Twitter-nya.
Warga Indonesia ketiga ditangkap pada 14 Juli 2018 di Ipoh, Perak. Tersangka berusia 42 tahun yang bekerja sebagai karyawan pabrik. Tersangka mengaku memiliki hubungan dengan anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD) yang terlibat dalam pembunuhan seorang anggota Polri pada 10 Mei 2018 di Markas Brimob, Kelapa Dua.
Polisi menangkap dua warga Malaysia pada 16 Juli di Johor, seorang pria berusia 42 tahun dan seorang perempuan berusia 24 tahun.
Perempuan tersebut diduga telah mengirim dana empat ribu ringgit (Rp 14,2 juta) kepada Muhammad Nasrullah Latif, yang juga dikenal sebagai Abu Gomez, warga Malaysia yang bergabung dengan ISIS di Suriah dan tewas Maret 2018.
Adapun tersangka pria mengeluarkan ancaman di Facebook, menyatakan dia akan meluncurkan serangan bom di Malaysia, Indonesia dan Filipina pada Hari Raya Idul Fitri, Juni lalu.
Tersangka yang tidak disebut namanya tersebut kerap menghubungi Muhammad Wanndy Mohamed Jedi, seorang warga Malaysia anggota ISIS di Suriah dan pemimpin komplotan di balik serangan bom di Klub Movida, pinggiran Kuala Lumpur, Puchong, pada 28 Juni 2016.
Adapun pada penangkapan 17 Juli 2018 di Skudal, Johor, polisi menangkap seorang warga Malaysia berusia 34 tahun, pengangguran yang mendukung ISIS. Dia pernah mengancam untuk membunuh Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung Sultan Muhammad V, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, dan Mujahid Yusof, Menteri di kantor PM. Ketiganya disebut sebagai pemimpin yang
toghut, yang memerintah tidak berdasarkan syariat Islam.
Dalam penangkapan terakhir, pada 17 Juli 2018 di Masai, Johor melibatkan seorang tersangka, lelaki berkewarganegaraan Malaysia, berusia 21 tahun bekerja sebagai pegawai pabrik. Lelaki yang tidak disebut namanya itu mengaku mendukung ISIS dan berencana untuk pergi ke Suriah untuk bergabung dengan mereka.
"Kesemua tersangka ditangkap karena diduga melakukan kesalahan di bawah bab 6A, terkait kekerasan, hukum pidana (akta 574) dan akan diselidiki sesuai prosedur undang-undang pelanggaran keamanan (tindakan khusus) 2012 (UU 747)," demikian pernyataan yang ditandatangani Kepala Polisi Diraja Malaysia, Mohamad Fuzi bin Harun, Kamis (19/7).
(nat)