Pewaris Kekerasan, Sosok Hun Sen di Mata Oposisi

AFP | CNN Indonesia
Minggu, 29 Jul 2018 16:35 WIB
"Ada satu tradisi, budaya kekerasan dan impunitas yang diwarisi Hun Sen dengan sempurna," ucap Sam Rainsy, pemimpin oposisi utama, soal PM Kamboja Hun Sen.
Sosok PM Hun Sen dipandang sebagai pewaris tradisi kekerasan. (Reuters/Darren Whiteside)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Ada satu tradisi, budaya kekerasan dan impunitas yang diwarisi Hun Sen dengan sempurna," ucap Sam Rainsy, pemimpin oposisi Kamboja yang hidup mengasing di Paris.

Pernyataan itu dilontarkan kepada AFP jelang pemilihan umum yang digelar pada Minggu (29/7), di mana Perdana Menteri Hun Sen diperkirakan bakal menang telak karena tak menghadapi tantangan.

Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), partai yang didirikan Sam Rainsy, dinyatakan terlarang oleh Mahkamah Agung saat masih seumur jagung, tahun lalu. Para pemimpinnya diadili atas tuduhan pengkhianatan, sementara media yang kritis dibungkam dengan kasus hukum lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemenangan Hun Sen pun disebut bakal menjadi puncak dari segala kekerasan, intimidasi, dan kecurangan hukum oleh negara di tangan Hunsen untuk memenggal oposisi yang mulai menjadi ancaman serius sejak pemilu 2013 lalu.

Sebagai lawan politik, Rainsy sendiri bahkan mengakui kehebatan Hun Sen sebagai politikus kuat di negaranya.

"Kekuatan Hun Sen, saya bahkan mengatakan bahwa kejeniusannya adalah untuk bertahan," katanya.

Menggulingkan rezim pembunuh, menyingkirkan monarki, hingga menghancurkan musuh politiknya, Hun Sen selalu berhasil membuka jalan menuju kursi perdana menteri selama 33 tahun.

Sejak awal kiprahnya di politik, Hun Sen memang sangat lihai meloncat dari satu sisi ke sisi lainnya untuk memanjat tangga kekuasaan Kamboja.

Ia pernah menjadi kader Khmer Merah, organisasi ultra-Maoist yang menggulingkan pemerintah Lon Nol dan membantai seperempat populasi negaranya pada 1975-1979.
Hun Sen: Pembelot Licik Pemegang Kuasa Penuh Kamboja (EMBARG)Foto: REUTERS/Samrang Pring
Untuk menghapus jejak kesalahan tersebut, Hun Sen membelot ke Vietnam. Ia kemudian bergabung menjadi tentara Vietnam dan menggulingkan Khmer Merah dan dielu-elukan sebagai pahlawan Kamboja.

Walau demikian, Sam Rainsy menilai kekuasaan Hun Sen sama saja dengan Khmer Merah.

Hun Sen pun diperkirakan akan mewarisi tradisi tersebut kepada putranya yang diduga sudah dipersiapkan menggantikan sang ayah kelak.

Kekhawatiran itu diamini oleh Sebasian Strangio, penulis buku Hun Sen's Cambodia.
"Hanya sedikit musuh Hun Sen yang memiliki kombinasi kekejaman, tipu muslihat, dan ketajaman politik seperti yang membawa Hun Sen berulang kali memutari sejarah Kamboja," ujarnya.

Kubu berkuasa di bawah Partai Rakyat Kamboja (CPP) selalu memenangkan setiap pemilu yang digelar sejak 1998.

Namun, kejengahan para pemuda akan korupsi dan ketiadaan memori mengenai kekejaman era Khmer Merah membuka pintu bagi para penentang baru, seperti CNRP.

Dibentuk pada 2012, CNRP merengkuh lebih dari 44 persen suara pada pemilu 2013. Keberhasilan serupa terulang dalam pemilu lokal pada 2017.

Jalan Menuju Kekuasaan

Hun Sen diangkat menjadi Perdana Menteri Kamboja pada 1985. Saat itu, usianya baru menginjak 32 tahun.

Belasan tahun bertahan, Hun Sen akhirnya kalah dalam pemilu pada 1993. Pemungutan suara yang disponsori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ini pun disebut sebagai fajar era demokrasi.

Namun, kekalahan itu justru menajamkan indra penciuman Hun Sen mencari sumber kekuasaan.

Hun Sen akhirnya memaksa untuk berbagi kekuasaan dengan sang pemenang pemilu dengan menjadi "perdana menteri kedua."

Hun Sen: Pembelot Licik Pemegang Kuasa Penuh Kamboja (EMBARG)Foto: REUTERS/Samrang Pring
Ia lantas merebut kembali kekuasaan melalui kudeta berdarah pada 1997, setahun setelah kematian pemimpin Khmer Merah, Pol Pot

Menancapkan kekuasaan lebih dalam, Hun Sen kemudian dituduh menyusupi militer dengan para sekutu loyalnya. Sementara itu, ia juga memberikan sejumlah jabatan penting bidang keamanan kepada kerabatnya.

Meski Vietnam berperan besar atas kebangkitan kariernya, kini Hun Sen mendekatkan diri ke China untuk pinjaman lunak sehingga ia bisa tak terlalu bersandar pada Barat.

Proyek infrastruktur besar-besaran dari China membuat para pendukung Hun Sen semakin loyal, sekaligus menggenjot perekonomian Kamboja.

Pesona Paman Hun Sen

Terus menjaga kehadirannya di hadapan publik, Hun Sen kerap melakukan kunjungan ke berbaga provinsi untuk memberikan pidato-pidato yang diwarnai kelakar bernada sindiran terhadap para pengkritiknya.

Tak jarang, Hun Sen menekankan bahwa Kamboja akan runtuh jika ia tak lagi berkuasa di salah satu negara Asia paling miskin itu.

Seiring waktu berjalan, Hun Sen mengubah pendekatannya, menebar pesan menggunakan Facebook, wadah yang juga bisa menjangkau pihak oposisi dan pendukung mudanya.

Cara tersebut terbukti ampuh. Seorang pekerja garmen yang pernah mendukung oposisi, Phoeung La, kini berbalik ke kubu Hun Sen karena telah menaikkan gaji di sektor tempatnya bekerja.
"Saya mencintainya layaknya orang tua saya. Ketika kami menghadapi kesulitan, dia juga bersedih," tutur Phoeung La kepada AFP.

Menyebut dirinya sendiri sebagai paman, Hun Sen juga kerap memberikan amplop berisi US$5 kepada para pekerja. Ia bahkan memberikan langsung US$200 kepada pegawai perempuan yang sedang hamil.

"Kalian minta sekolah kepada paman, kalian minta jalan kepada paman, jadi paman minta suara dari kalian," kata Hun Sen.


(has/aal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER