Oposisi Kamboja Minta Indonesia Tak Akui Kemenangan Hun Sen

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Senin, 30 Jul 2018 12:35 WIB
Dalam konferensi pers di Jakarta, Wakil Presiden partai oposisi CNRP yang dibubarkan menyebut pemilu Kamboja tidak sah.
Wakil Presiden Cambodia National Rescue Party (CNRP), Mu Sochua, dan Wakil Direktur Hubungan Luar Negeri CNRP, Monovithya Kem, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/7). (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)
Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), partai oposisi utama pemerintah Kamboja, meminta Indonesia dan negara demokrasi lainnya di kawasan untuk tidak mengakui kemenangan Perdana Menteri Hun Sen dalam pemilihan umum kemarin, Minggu (29/7).

Wakil Presiden CNRP, Mu Sochua, mengatakan hasil pemilu kemarin tidak sah mengingat sejumlah partai termasuk CNRP diboikot oleh Hun Sen agar tak bisa ikut pemilu.

"Kami menyerukan seluruh negara demokrasi di kawasan termasuk Indonesia dan Jepang untuk tidak mengakui hasil pemilu kemarin. Langkah ini sangat signifikan untuk mempertahankan demokrasi di Kamboja," ucap Sochua kepada wartawan dalam pernyataan persnya di Jakarta, Senin (30/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


CNRP dibubarkan Mahkamah Agung Kamboja pada tahun lalu. Langkah itu dilakukan ketika Hun Sen berupaya membendung kritik dan oposisi yang mampu mengancam peluangnya untuk kembali memenangkan pemilu setelah 30 tahun berkuasa.

Dengan ketiadaan partai oposisi utama, partai Hun Sen, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menikmati 80 persen suara dan sedikitnya 100 dari 125 kursi Majelis Nasional atau Parlemen Kamboja.

Sochua menganggap hasil pemilu itu harus ditolak mentah-mentah komunitas internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ASEAN, Uni Eropa, dan seluruh negara demokrasi.


"Pembubaran partai oposisi dan pemenjaraan para anggotanya, pemberedelan media independen dan komunitas masyarakat sipil di Kamboja, serta ancaman-ancaman yang didapat oleh par aktivis hak asasi manusia selama ini menjadikan hasil pemilu kemarin tidak bisa dapat diterima bahkan sebelum dimulai," kata Sochua.

Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, Sochua berharap Indonesia bisa mendorong negara-negara lainnya di ASEAN untuk bersuara menentang ketidakadilan dan pelanggaran terhadap sistem demokrasi yang saat ini tengah terjadi di Kamboja.

Ke Jakarta, Sochua berharap pemerintah Indonesia bisa berperan sebagai pemimpin di ASEAN untuk membantu mendorong transisi menuju demokrasi di Kamboja benar-benar terjadi secara nyata, konkret, dan tanpa pertumpahan darah.


"Selama kami berada di sini sampai awal Agustus nanti, kami telah bekerja sama dengan komunitas masyarakat sipil di sini untuk memperjuangkan demokrasi Kamboja yang sedang terancam saat ini. Kami berharap bisa bertemu sejumlah politikus dan bahkan perwakilan pemerintah Indonesia untuk menyampaikan pesan kami," kata Sochua.

Hasil awal pemilu Kamboja menunjukkan partai berkuasa, Partai Rakyat Kamboja (CPP) pimpinan Perdana Menteri Samdech Techno Hun Sen menang telak. Dari 6,88 juta pemilih, CPP diperkirakan memperoleh 80 persen suara atau lebih dari 100 kursi Parlemen Kamboja. (nat)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER