Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pemberontak misterius mengaku bertanggung jawab atas serangan ledakan drone yang menimpa Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Sabtu (4/8).
Kelompok pemberontak yang terdiri dari warga sipil dan militer Venezuela ini mengaku menjadi dalang di balik upaya 'pembunuhan' Maduro melalui pernyataan yang diunggahnya di media sosial.
"Ini bertentangan dengan kehormatan militer untuk mempertahankan pemerintahan bagi mereka yang tak hanya melupakan konstitusi, tapi juga membuat pemerintahan untuk memperkaya diri sendiri," tulis kelompok tersebut dikutip dari
AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok misterius ini menyebut dirinya sebagai National Movement of Soldiers in Shirts.
Mereka mengklaim bahwa kelompok tersebut berisi personel militer patriotik dan warga sipil yang setia kepada orang-orang Venezuela yang berusaha menyelamatkan demokrasi negara di bawah kediktatoran.
"Jika tujuan pemerintah adalah untuk mencapai kebahagiaan terbesar yang ada maka kami tidak dapat menoleransi kalau penduduk menderita kelaparan, orang yang sakit tak dapat obat, mata uang tak punya nilai, sistem pendidikan tak mendidik, pengajaran hanya mendoktrin komunisme," ungkap pernyataan itu.
Maduro menuduh Kolombia dan pemodal tak dikenal di Amerika Serikat berada di balik ledakan tersebut. Sementara beberapa pejabat menyalahkan oposisi Venezuela. Kolombia pun membantah keterlibatannya.
Serangan ledakan drone ini terjadi saat Maduro tengah berpidato soal perekonomian Venezuela di Caracas. Sesaat kemudian, audio tiba-tiba mati dan terjadi ledakan.
Menteri Informasi Venezuela Jorge Rodriguez menyebut tujuh tentara terluka akibat insiden tersebut.
Dikutip
Reuters, seorang saksi di dekat lokasi menyebut mendengar dua ledakan. Foto-foto yang muncul di media sosial menunjukkan pengawal melindungi Maduro dengan panel antipeluru hitam. Sebuah foto juga menunjukkan seorang pejabat militer yang terluka mencengkeram kepalanya yang berdarah saat tengah dipapah oleh rekan-rekannya.
[Gambas:Video CNN] (chs)