Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Penyiaran
Thailand (NBTC) memutuskan menghentikan sementara siaran stasiun televisi Voice TV, milik dua anak mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra. Keputusan itu diambil menjelang
pemilihan umum dengan dalih demi keamanan negara.
"NBTC memerintahkan Voice TV memperbaiki diri dengan mencabut izin siaran selama 15 hari," kata Komisioner NBTC, Perapong Manakit, seperti dilansir
Reuters, Selasa (12/2).
NBTC menyatakan dua program acara di Voice TV, Tonight Thailand dan Wake Up News, disebut menyebarkan informasi yang membuat resah masyarakat. Menurut Sekjen NBTC, Takorn Tantasith, stasiun televisi itu melanggar peraturan penyiaran karena materi acaranya membahayakan keamanan negara, perdamaian, dan ketertiban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam acara di Voice TV, mereka menayangkan wawancara dengan dua calon perdana menteri yang diusung oleh Partai Pheu Thai, yang didirikan Thaksin. Pemerintah Negeri Gajah Putih sudah dua kali menutup stasiun televisi itu, yakni dua hari sebelum kudeta pada 2014 dan pada 2017.
Direktur Utama Voice TV, Mekin Petchplai, menyatakan keputusan pencabutan izin siar itu tidak adil. Dia menyatakan akan mengajukan banding dan menuntut ganti rugi sebesar US$3,19 juta.
"Selagi negara ini akan menghadapi pemilihan umum dalam beberapa pekan, kebijakan ini harus dihentikan karena rakyat membutuhkan informasi yang tepat untuk memilih," kata Petchplai.
Pemilik Voice TV adalah dua anak Thaksin. Ayah mereka terjungkal akibat kudeta pada 2006, dan hidup dalam pengasingan di luar negeri sejak 2008 demi menghindari kasus korupsi.
Pemerintah Thailand khawatir stasiun televisi itu digunakan untuk mempropagandakan para pendukung Thaksin yang masih cukup banyak. Sebab, calon petahana yang merupakan mantan panglima angkatan bersenjata, Prayut Chan o-Cha, juga turut bersaing dalam pemilu.
Thailand akan melaksanakan pemilu pada 24 Maret mendatang.
(ayp)