Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Sudan,
Omar al-Bashir, digulingkan dari tampuk kekuasaannya setelah tiga dasawarsa. Dia dikudeta oleh angkatan bersenjata, setelah sebelumnya dilaporkan mundur dari jabatannya usai gelombang unjuk rasa yang semakin besar sejak akhir tahun lalu.
Seperti dilansir
CNN, Kamis (11/4), Bashir lahir pada 1 Januari 1944. Dia memilih masuk dinas militer pada 1960.
Bashir lantas menjadi pasukan penerjun, dan sempat direkrut ke dalam Angkatan Bersenjata Mesir dan ikut bertempur dalam Perang Yom Kippur melawan Israel pada 1973.
Setelah kembali dari perang, Bashir yang berpangkat kolonel mengorganisir sejumlah perwira untuk melakukan kudeta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bashir lantas merebut kekuasaan di Sudan saat berhasil mengkudeta Perdana Menteri Sadiq al-Mahdi pada 1989, tanpa pertumpahan darah. Dia lantas membubarkan pemerintahan, partai politik, dan serikat dagang lalu mendeklarasikan diri sebagai Ketua Dewan Komando Revolusioner.
Setahun setelahnya sejumlah aparat polisi dan militer mencoba mengkudetanya, tetapi gagal. Dia lantas mengeksekusi 30 perwira diduga terlibat kudeta.
Pada 1993, Bashir membubarkan Dewan Komando Revolusioner dan mengembalikan pemerintahan sipil, dan mengangkat dirinya menjadi presiden.
Pada pemilihan umum 1996, Bashir menang dengan meraih 75 persen suara. Empat tahun kemudian, dia kembali menang dengan meraih 85 persen suara.
Tiga tahun kemudian, pecah pemberontakan di Darfur, merupakan kawasan yang dihuni kelompok minoritas penganut Nasrani dan animisme. Dia dianggap membiarkan Milisi Janjawid yang pro pemerintah membunuh dan memperkosa warga.
Pada 2008, Mahkamah Kriminal Internasional mendakwa Bashir dengan tuduhan pembantaian dan kejahatan perang di Darfur. Namun, dia tidak pernah bisa diseret ke pengadilan.
[Gambas:Video CNN]Pada pemilu 2015, Bashir menang dengan meraih 94 persen suara. Namun, kelompok oposisi memboikot hasil itu karena dianggap penuh kecurangan.
Sejak akhir 2018, unjuk rasa mendesak Bashir turun merebak di sejumlah kota di Sudan. Pada Februari lalu, Bashir menetapkan status darurat nasional, dan memerintahkan angkatan bersenjata membubarkan demonstrasi.
Kini, nasib Bashir seakan kembali berputar seperti pendahulunya. Kekuasaannya pun berakhir di tangan militer.
(ayp)