Jakarta, CNN Indonesia -- Aparat kepolisian
Sri Lanka menangkap dua orang yang dianggap sebagai penyulut kerusuhan di Kota Negombo. Kota itu menjadi salah satu lokasi serangan rangkaian teror bom pada 21 April lalu.
Seperti dilansir
Associated Press, Senin (6/5), juru bicara kepolisian, Ruwan Gunasekara, menyatakan pemicu kericuhan itu diduga berawal dari mabuk-mabukan pada Minggu (5/5) malam waktu setempat. Dia menolak siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam kejadian itu, tetapi dilaporkan warga etnis Sinhala dan penduduk Muslim terlibat bentrok.
Menurut juru bicara angkatan bersenjata Sri Lanka, Sumith Atapattu, sejumlah orang terluka dalam bentrokan di Negombo. Namun, dia tidak memberi jumlah pastinya.
Pemerintah juga sempat memblokir akses media sosial dan menerapkan jam malam. Namun, kebijakan itu dicabut hari ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Pemblokiran media sosial) itu untuk mengendalikan keadaan," kata Direktur Departemen Informasi Sri Lanka, Nalaka Kaluwewa.
Bentrokan antar-etnis bukan hal baru di Sri Lanka. Negara itu sempat diliputi perang saudara bertahun-tahun antara etnis Tamil dan pemerintah yang mayoritas Sinhala. Pertikaian itu berakhir pada 2009 silam.
Mayoritas warga Sri Lanka adalah etnis Sinhala yang memeluk Buddha. Namun, di Negombo kebanyakan warga Sinhala memeluk Katolik.
Gereja St. Sebastian di Negombo adalah salah satu target serangan teror bom pada 21 April lalu. Jumlah korban yang meninggal mencapai 253 orang dan melukai 500 orang.
Menurut pejabat konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kolombo, Ullif Taftazani, warga Indonesia yang berada di Negombo tidak terdampak kerusuhan itu.
[Gambas:Video CNN]"Semua WNI baik-baik saja. Tidak ada laporan keterlibatan WNI atau jadi korban," kata Ullif kepada
CNNIndonesia.com.
(ayp)