Jakarta, CNN Indonesia --
China dilaporkan telah menyiagakan polisi paramiliter ke kota dekat perbatasan dengan
Hong Kong. Menurut sejumlah pengamat hal itu bertujuan untuk membuat gentar para pengunjuk rasa yang melakukan aksi
demonstrasi di Hong Kong yang sudah berlangsung hampir tiga bulan.
Menurut laporan
CNN, Kamis (15/8), jurnalis mereka yang berada di Shenzhen, China, melihat personel anggota Kepolisian Bersenjata Rakyat (PAP) disiagakan di Stadion Bay Sports, Shenzhen. Mereka membawa peralatan anti kerusuhan lengkap dengan perisai pelindung, tongkat polisi dan truk pengangkut.
Sejumlah foto yang diambil dari satelit memperlihatkan truk kepolisian China terparkir di tengah stadion Shenzhen, yang terletak hanya beberapa mil dari pelabuhan Hong Kong.
Kehadiran pasukan paramiliter ini terjadi di tengah spekulasi bahwa China akan turun tangan meredam aksi protes Hong Kong. Namun, sampai saat ini tidak ada indikasi bahwa mereka diperintahkan untuk melakukan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Intervensi oleh kepolisian China dikhawatirkan malah akan memperburuk kondisi perekonomian Hong Kong. PAP merupakan pasukan paramiliter beranggotakan 1,5 juta personel yang biasanya dikerahkan pemerintah China untuk menumpas aksi unjuk rasa di perbatasan negaranya.
PAP berada di bawah komando komisi militer pusat China dan dikepalai langsung oleh Presiden China, Xi Jinping.
Seorang petugas PAP mengatakan kepada
CNN bahwa pasukannya baru saja tiba di stadion untuk melaksanakan tugas sementara. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengapa pasukan paramiliter China ditempatkan di sana.
Sementara, menurut Undang-Undang Dasar Hong Kong, pemerintah setempat diizinkan untuk meminta bantuan kepada Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA) dengan lebih dari enam ribu tentara yang telah bermarkas di kotanya.
Pemerintah Hong Kong diizinkan meminta bantuan PLA untuk menjaga ketertiban umum atau untuk operasi penyelamatan dalam kondisi bencana, asal memberi alasan jelas terkait permintaan bantuan tersebut.
Aksi besar-besaran ini sendiri bermula pada tiga bulan lalu. Awalnya, para demonstran menuntut pemerintah membatalkan pembahasan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan tersangka satu kasus diadili di negara lain, termasuk China.
Para demonstran tak terima karena menganggap sistem peradilan di China kerap kali bias, terutama jika berkaitan dengan Hong Kong sebagai wilayah otonom yang masih dianggap bagian dari daerah kedaulatan Beijing.
[Gambas:Video CNN]Berawal dari penolakan rancangan undang-undang ekstradisi, demonstrasi itu pun berkembang dengan tuntutan untuk membebaskan diri dari China.
(ajw/ayp)