Trump Siap Bertemu Presiden Iran demi Redakan Ketegangan

CNN Indonesia
Selasa, 27 Agu 2019 12:12 WIB
Presiden Donald Trump mengaku siap bertemu dengan Presiden Hassan Rouhani demi meredakan ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran.
Presiden Donald Trump mengaku siap bertemu dengan Presiden Hassan Rouhani demi meredakan ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran. (Reuters/Joshua Roberts)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Donald Trump akhirnya mengaku siap bertemu dengan Presiden Hassan Rouhani demi meredakan ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran.

Trump mengumumkan kesiapan ini setelah Presiden Perancis, Emmanuel Macron, mengatakan bahwa ia siap memfasilitasi pertemuan tatap muka antara presiden AS dan Iran tersebut.

"Jika situasinya benar, saya pasti akan setuju," ujar Trump usai bertemu dengan Macron di sela konferensi tingkat tinggi G7 di Perancis pada Senin (26/8).
Trump sendiri yakin Rouhani juga ingin bertemu demi meredakan ketegangan antara AS dan Iran selama beberapa bulan belakangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya pikir dia juga ingin bertemu. Saya pikir Iran mau meluruskan situasi," tutur Trump sebagaimana dikutip AFP.

Macron kemudian mengatakan bahwa Trump dan Rouhani kemungkinan akan bertemu dalam kurun waktu beberapa pekan ke depan.

Ketika ditanya setuju atau tidak dengan waktu pertemuan yang ditawarkan Macron, Trump hanya menjawab, "Ya."
Macron tak menjabarkan lebih lanjut waktu pasti pertemuan tersebut. Namun, Trump dan Rouhani sama-sama akan berada di New York untuk menghadiri sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada akhir September mendatang.

Perkembangan pesat ini disebut-sebut terjadi dalam waktu singkat. Tak berapa lama sebelum pengumuman ini, Trump sempat menolak bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, di sela G7.

Kedatangan Zarif itu memang tidak diumumkan. Dia diundang untuk bertemu Macron yang berusaha meredakan tensi antara Iran dan AS akibat permasalahan program nuklir Teheran.
Ketegangan kedua negara bermula sejak Juli lalu, ketika Iran mengumumkan bahwa mereka melakukan pengayaan uranium melebihi batas yang ditentukan dalam perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Perjanjian yang digagas di era Barack Obama itu menetapkan Iran harus membatasi pengayaan uranium hingga 3,67 persen, jauh dari keperluan mengembangkan senjata nuklir yaitu 90 persen.

Sebagai timbal balik, negara Barat akan mencabut serangkaian sanksi terhadap Teheran.

[Gambas:Video CNN]

Namun, di bawah komando Presiden Donald Trump, AS menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir itu pada Mei 2018 lalu dan kembali menerapkan sanksi atas Iran.

Iran bertekad bakal terus melakukan pengayaan uranium jika negara-negara lain yang menandatangani perjanjian itu tak berbuat apa pun untuk melawan AS.

Sejak saat itu, tensi antara Iran dan AS terus meningkat dengan isu pengerahan militer hingga uji coba rudal Teheran. (has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER