Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin kelompok oposisi
Venezuela,
Juan Guaido, merasa pesimistis dengan perundingan yang dilakukan dengan pemerintahan Presiden
Nicolas Maduro. Bahkan dia tidak yakin hal itu menjadi jalan keluar krisis politik.
Proses perundingan kedua pihak yang berseteru itu mulanya difasilitasi oleh pemerintah Norwegia di Ibu Kota Oslo pada Mei lalu. Negosiasi itu lantas dilanjutkan ke Barbados.
Meski begitu, Maduro memutuskan membatalkan perundingan tiga pekan lalu sebagai reaksi karena Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap pemerintahannya.
"Sampai saat ini belum ditentukan lagi tanggal untuk melakukan perundingan lanjutan yang dimediasi Norwegia, supaya bisa mendapatkan pijakan yang tetap untuk solusi permasalahan ini," kata Guaido, seperti dilansir
AFP, Kamis (29/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guaido menuduh pemerintahan Maduro hanya menggunakan ajang perundingan itu untuk pencitraan, dan tidak bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Venezuela. Dia mendukung sanksi yang dijatuhkan AS, dengan harapan semakin menekan Maduro supaya segera mundur dan dilakukan pemilihan umum.
Krisis politik berkepanjangan ini terjadi sejak Januari 2019. Pemicunya adalah ketika Guaido menyatakan diri sebagai presiden interim Venezuela dan meminta Maduro mundur karena perekonomian berantakan akibat kenaikan harga yang tak terkendali, yang menyebabkan jumlah pengangguran meningkat, kelaparan dan sejumlah permasalahan lain.
Sedangkan Maduro menuduh kondisi itu akibat perbuatan Amerika Serikat. AS lantas membekukan seluruh aset Maduro dan sejumlah pejabatnya di yang ada di Negeri Paman Sam, dan menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan minyak negara, PDVSA.
Padahal, PDVSA adalah salah satu tulang punggung pemasukan untuk Venezuela. Sampai saat ini ada 50 negara yang mendukung Guaido.
[Gambas:Video CNN]Kini jutaan warga Venezuela hidup serba sulit di dalam negeri. Bahkan sebagian harus mengungsi ke negara tetangga demi mencari uang.
(ayp/ayp)