Oposisi Kamboja akan Pulang, Dilarang Singgah di Thailand

CNN Indonesia
Kamis, 07 Nov 2019 19:37 WIB
Pemerintah Thailand tidak memberikan izin bagi pemimpin partai oposisi Kamboja, Sam Ransy ketika hendak transit usai terbang dari Prancis ke Phnom Penh.
Sam Rainsy ditolak transit Thailand saat hendak kembali ke Kamboja dari Prancis. (Foto: AP Photo/Virginia Mayo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Thailand tidak memberikan izin bagi pemimpin partai oposisi Kamboja, Sam Ransy ketika hendak transit di negaranya usai terbang kembali dari Prancis ke Phnom Penh.

Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha pada Rabu (6/11) mengatakan jika pihaknya tidak memberikan izin bagi Ransy untuk singgah di negaranya.

"Kami tidak akan mengizinkan (partai) anti-pemerintah untuk menjadikan Thailand sebagai pangkalan," katanya dikutip AFP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan tersebut disampaikan setelah ia mengonfirmasi bahwa petugas otoritas sedang mencari Rainsy dan beberapa petinggi Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP).

Rainsy pada Jumat (1/11) lalu diketahui mengunggah tiket penerbangan menggunakan maskapai Thai Airways dari Prancis menuju Thailand. Prayut mengatakan otoritas telah diinstruksikan untuk menghentikan kedatangan Rainsy ke negaranya.

"Saya tidak berpikir dia bisa memasuki (Thailand)," ujar Prayut.

Rainsy merupakan pimpinan CNRP yang melarikan diri ke Prancis pada 2015 demi menghindari hukuman penjara yang disebutnya memiliki motif politik.

Ia dan sejumlah tokoh CNRP diketahui hendak kembali ke Kamboja pada perayaanh hari kemerdekaan yang jatuh pada Sabtu (9/11) mendatang.

[Gambas:Video CNN]

Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen sebelumnya mengirimkan surat perintah penangkapan kepada sejumlah tokoh oposisi ke negara tetangga, termasuk Indonesia. Tak hanya itu, ia juga menurunkan pasukan ke perbatasan Thailand-Kamboja untuk menghentikan kepulangan Rainsy.

Ketegangan antara Hun Sen dan CNRP berawal ketika kemenangan partai yang dimpimin oleh Hun Sen pada Pemilu tahun lalu. Hal ini membuat Kamboja menjadi negara dengan satu partai setelah CNRP dibubarkan oleh pemerintah. Hun Sen sendiri sudah memimpin Kamboja selama 34 tahun.

Sejak saat itu, sejumlah anggota CNRP mulai melarikan diri ke luar negeri. Di saat yang sama, otoritas juga melaporkan mendapatkan foto-foto beberapa anggota partai yang diduga digunakan sebagai upaya ekstradisi hingga membuat situasi semakin tegang.

Salah satu upaya ekstradisi terjadi ketika wakil pemimpin CNRP, Mu Sochua, mengadakan konferensi pers di Indonesia terkait rencana kepulangannya ke Kamboja yang dihalangi oleh Duta Besar Kamboja untuk Indonesia, Hor Nambora.

Hor Nambora menuntut agar acara 'ilegal' itu dibatalkan. Akan tetapi, penyelenggara acara dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pro-demokrasi Yayasan Kurawal, Darmawan Triwibowo, menolak permintaan tersebut.

Pihak kedutaan kemudian mengirimkan pernyataan pers yang meminta Mu Sochua, yang disebut berstatus 'buronan, ditahan dan segera dideportasi ke Kamboja.
Sochua kemudian ditangkap di bandara Kuala Lumpur, Malaysia pada Rabu (6/11) malam saat menempuh penerbangan dari Jakarta ke Phnom Penh.

Menteri luar negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah membenarkan penangkapan Sochua setelah pihaknya menerima permintaan dari pemerintah kamboja untuk mengirim kembali tokoh-tokoh oposisi.

"Kami tidak dalam posisi untuk mendeportasi orang dan kami juga tidak suka melakukan hal itu. Kami membuat keputusan sendiri, bukan karena permintaan atau gangguan apa pun dari negara lain," ungkap Saifudin. (flc/evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER