Jakarta, CNN Indonesia --
Amerika Serikat saat ini menjadi negara dengan jumlah kasus dan angka kematian akibat
virus corona (
Covid-19) tertinggi di dunia.
AS menemukan kasus corona pertama sekitar 20 Januari lalu di negara bagian Washington. Hanya dalam waktu dua bulan lebih, kasus virus corona di Negeri Paman Sam meroket hingga mencapai 400.335 pasien dengan 12.841 kematian per hari ini, Rabu (8/4).
Ratusan ribu kasus corona itu tersebar di seluruh 50 negara bagian AS. New York masih menjadi negara bagian dengan kasus tertinggi di AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah faktor menjadi penyebab jumlah kasus virus corona terus meningkat di Negeri Paman Sam.
Enam hari setelah kasus Covid-19 pertama ditemukan di AS, Presiden Donald Trump mengatakan virus corona hanya flu biasa.
Ia juga meminta warga AS untuk tetap tenang dan menganggap corona tak akan mempengaruhi orang Amerika.
"Ini adalah flu. Penyakit ini seperti flu. Sekarang, anda mengobati penyakit ini seperti flu. Ini hanya flu biasa yang perlu suntikan vaksin flu. Dan pada dasarnya kita kerap mendapat suntikan flu selama ini dengan cara yang cukup cepat," kata Trump dalam jumpa pers di Gedung Putih pada 26 Februari lalu seperti dilansir
CNN.
Trump juga mengklaim bahwa ia sama sekali tidak khawatir melihat potensi corona menjadi sebuah pandemi pada Februari lalu.
"Tidak (khawatir) sama sekali. Ini akan baik-baik saja, semuanya dalam kendali," kata Trump kepada
CNBC.
Sikap Trump dan kabinetnya tidak berubah setelah menerima pemaparan studi sekelompok ahli epidemiologi Imperial College London tentang proyeksi penyebaran virus corona di AS.
Dalam studi tersebut, para ahli penyakit menular itu memprediksi Covid-19 bisa membunuh 2,2 juta warga AS dalam beberapa bulan ke depan jika pemerintah tidak segera mengambil langkah agresif untuk membendung penyebaran virus tersebut.
Alih-alih menjadikan masukan, Trump menyebut studi itu "
hoaks baru".
Sikap Trump memicu tanggapan serupa dari sebagian besar pemerintah negara bagian. Dilansir
Japan Times, sejumlah ahli kesehatan menganggap AS tidak memiliki prosedur tanggap virus corona secara nasional yang bisa sama-sama diterapkan di seluruh negara bagian.
"Amerika Serikat bukan satu monolit, ada 50 negara bagian yang menerapkan aksi tanggap berbeda mulai dari gubernur hingga departemen kesehatan," kata ahli bedah umum sekaligus seorang profesor kebijakan kesehatan Universitas Harvard, Dr. Thomas Tsai.
AS merupakan salah satu negara yang hingga kini tidak menerapkan penguncian wilayah (
lockdown) secara nasional. Meski begitu, sejumlah negara bagian menerapkan kebijakan masing-masing menahan penyebaran corona seperti menutup sekolah, perkantoran, pusat perbelanjaan, bar, tempat hiburan, dan tempat publik lainnya.
Gedung Putih juga telah mengeluarkan larangan berkumpul lebih dari 10 orang sejak 18 Maret lalu. Namun, kebijakan itu tidak bersifat perintah, melainkan imbauan.
 Tempat tidur untuk pasien virus corona di Amerika Serikat. (AFP/SPENCER PLATT) |
AS juga tidak menghentikan sementara sistem transportasi umum, sehingga masih banyak penduduk yang melakukan perjalanan baik domestik bahkan internasional mengingat libur musim semi tengah berlangsung sejak akhir Februari lalu hingga pertengahan April.
Menurut Tsai, AS memerlukan satu prosedur yang terkoordinasi dan terintegrasi antar-sesama negara bagian dan juga antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.
"Saya pikir apa yang dibutuhkan adalah upaya terkoordinasi secara nasional, bukan respons tambal sulam terutama terkait penerapan kebijakan pergerakan masyarakat," kata Tsai.
Sikap warga AS yang tak mematuhi aturan dinilai sebagai faktor lain yang menyebabkan kasus corona terus melonjak di Negeri Paman Sam.
Sebagian besar warga AS masih menganggap enteng imbauan pembatasan pergerakan dan social distancing (menjaga jarak).
Padahal, kedua langkah itu dianggap WHO dan komunitas internasional sebagai kebijakan paling sederhana, namun berpengaruh dalam menekan penularan corona.
Gubernur Florida, Ron DeSantis, dikritik keras lantaran enggan menutup pantai-pantai di negara bagiannya itu. Akibatnya, ribuan warga masih bermain dan berjemur di pantai-pantai di Florida. Hal serupa juga terjadi di negara bagian lainnya.
Contoh kasus lainnya, sebanyak 44 mahasiswa Universitas Texas dinyatakan positif corona setelah nekat berlibur ke Meksiko pada pertengahan Maret lalu.
Beberapa gereja di AS juga masih menggelar kegiatan keagaamaan.
Rapid Test TerbatasSalah satu faktor lain yang menyebabkan kasus corona terus meningkat di AS adalah minim pemeriksaan Covid-19 akibat keterbatasan alat.
Di awal penyebaran corona terjadi di AS, pihak berwenang dinilai tidak dapat melakukan penelusuran dan pelacakan riwayat kontak pasien lantaran alat tes yang terbatas dan lambat.
Semula, Gedung Putih juga "memonopoli" uji laboratorium tes corona dan pengembangan alat pemeriksaannya. Saat itu, Gedung Putih mengharuskan semua sampel awal pemeriksaan virus corona dikirim dan diteliti di markas Pusat Pengendalian Penyakit dan Pencegahan (CDC) di Atlanta.
Insiden CDC salah mengirimkan alat tes corona ke sejumlah negara bagian juga dinilai turut membuang cukup banyak waktu terbaik AS dalam melacak, memeriksa, dan memutus mata rantai penularan corona di Negeri Paman Sam.
 Rumah sakit darurat pasien virus corona di New York. (AFP/MIGUEL MEDINA) |
Sejak kasus kematian pertama akibat corona pada 29 Februari lalu, pemerintah AS mulai mengizinkan swasta untuk turut menguji dan mengembangkan alat pemeriksaan corona.
"Jika kita bisa melakukan penelusuran riwayat kontak pasien sejak awal, kita mungkin akan menemukan lebih banyak kasus dengan cepat dan mematikan titik penyebaran," kata Direktur Kedokteran Darurat Universitas John Hopkins, Dokter Gabor Kelen, seperti dilansir
Japan Times.
Selain itu, AS juga tak melakukan pemeriksaan masif terhadap warganya. Pejabat kesehatan hanya memeriksa warga yang telah memiliki gejala akut Covid-19.
Padahal, Trump mengklaim seluruh warga bisa menerima pemeriksaan dan tes corona. Bahkan, Trump mengatakan bahwa warga AS bisa diperiksa secara gratis.
 (CNN Indonesia/Fajrian) |
Namun, banyak warga mengeluh bahwa mereka tidak bisa serta merta melakukan tes corona. Selain itu, warga juga akan dipungut biaya pemeriksaan yang bisa mencapai ratusan dolar jika hasil tes corona menyatakan negatif Covid-19.