Sulit terapkan lockdown
Peneliti Institute for Security Studies (ISS) Jakkie Cilliers menganggap
lockdown sulit diterapkan di negara-negara di benua Afrika. Hal itu lantaran masih banyak warga miskin yang kemungkinan akan menderita karena kelaparan akibat larangan beraktivitas di luar ruangan.
"
Lockdown tidak dapat dilaksanakan dan tidak berkelanjutan di banyak wilayah Afrika. Anda mencoba melakukan sesuatu yang tidak mungkin dan Anda mengutuk orang untuk memilih antara kelaparan atau sakit," ujar Cilliers.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kerusuhan di negara-negara benua Afrika merupakan reaksi yang tak terhindarkan, karena virus cepat atau lambat akan menghampiri benua tersebut. Dengan demikian, pemerintah diminta untuk membuat solusi unik lainnya dalam mencegah penyebaran virus selain pembatasan.
"Tidak mungkin bagi 10 orang miskin yang tinggal di gubuk dan diminta tidak keluar selama tiga minggu," ujarnya
Campur tangan negara untuk warga miskinPara ahli sepakat bahwa tingkat pembatasan yang berbeda di setiap wilayah mungkin dapat bekerja bagi Afrika. Namun, diperlukan dukungan negara yang signifikan dari seluruh pihak, terutama pemerintah.
Kenya telah melakukan kebijakan penurunan pajak dan mengirimkan air gratis ke permukiman kumuh, semenrata pemerintah Senegal membayar tagihan listrik dan Presiden Uganda Yoweri Museveni telah mendesak tuan tanah untuk membebaskan uang sewa hingga pandemi berakhir.
Namun, Pengamat Politik Rachel Strohm mengatakan langkah-langkah seperti itu hanya akan menguntungkan orang di sektor formal.
 Foto: CNN Indonesia/Fajrian |
Strohm menyebut pemerintah kerap mendistribusikan makanan di Lagos, Uganda, Rwanda, Afrika Selatan, dan tempat lain. Seringkali bantuan hanya diterima oleh sebagian kecil warga yang membutuhkan.
Dia berargumen bahwa banyak tindakan yang diambil secara tidak efektif dan tidak produktif, seperti penerapan jam malam dan pengurangan jam operasional transportasi umum. Menurutnya hal itu dapat menciptakan kerumunan yang lebih besar ketika warga bergegas pulang tepat waktu, dan dengan demikian meningkatkan risiko infeksi.
Tes massalDibandingkan pembagian bahan pokok, Strohm dan Odede mendukung gagasan bantuan uang langsung ke warga miskin, terutama untuk menghindari ketidaksetaraan dan kekacauan distribusi makanan.
Di sisi lain, Cilliers berpendapat pemerintah Afrika sepatutnya lebih fokus terhadap ancaman penyebaran virus lebih luas dan keberlangsungan ekonomi masyarakat, ketimbang mementingkan langkah teknis seperti pembagian makanan dan minuman.
"Pemerintah perlu mencoba cara agar mendapatkan aktivitas ekonomi maksimum agar orang dapat bertahan hidup, tetapi cobalah untuk menjaga peluang-peluang infeksi dapat menyebar," ungkapnya.
Solusi lain untuk menghindari penutupan total dan keruntuhan ekonomi adalah pengujian massal. Afrika Selatan sejauh ini menjadi satu-satunya negara yang menempuh pendekatan tersebut.
Namun, Menteri Kesehatan Afrika Selatan Zweli Mkhize menyebut pihaknya kesulitan dalam meningkatkan dan memperluas pengujian.
"Hanya sekitar 70 ribu tes telah dilakukan sejauh ini, tingkat yang masih terlalu rendah," ungkap Mkhize.
(ara/evn)