Dilema Lockdown di Afrika, Dihantui Kelaparan saat Pandemi

CNN Indonesia
Jumat, 17 Apr 2020 09:37 WIB
Homeless people get in line to receive food baskets from private donors, Monday, April 13, 2020 downtown Johannesburg. Because of South Africa's imposed lockdown to contain the spread of COVID-19, many are not able to work. The new coronavirus causes mild or moderate symptoms for most people, but for some, especially older adults and people with existing health problems, it can cause more severe illness or death.(AP Photo/Jerome Delay)
Warga Afrika Selatan mengantre untuk mendapatkan makanan gratis di tengah lockdown. (Foto: AP/Jerome Delay)
Sulit terapkan lockdown

Peneliti Institute for Security Studies (ISS) Jakkie Cilliers menganggap lockdown sulit diterapkan di negara-negara di benua Afrika. Hal itu lantaran masih banyak warga miskin yang kemungkinan akan menderita karena kelaparan akibat larangan beraktivitas di luar ruangan.

"Lockdown tidak dapat dilaksanakan dan tidak berkelanjutan di banyak wilayah Afrika. Anda mencoba melakukan sesuatu yang tidak mungkin dan Anda mengutuk orang untuk memilih antara kelaparan atau sakit," ujar Cilliers.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, kerusuhan di negara-negara benua Afrika merupakan reaksi yang tak terhindarkan, karena virus cepat atau lambat akan menghampiri benua tersebut. Dengan demikian, pemerintah diminta untuk membuat solusi unik lainnya dalam mencegah penyebaran virus selain pembatasan.

"Tidak mungkin bagi 10 orang miskin yang tinggal di gubuk dan diminta tidak keluar selama tiga minggu," ujarnya


Campur tangan negara untuk warga miskin


Para ahli sepakat bahwa tingkat pembatasan yang berbeda di setiap wilayah mungkin dapat bekerja bagi Afrika. Namun, diperlukan dukungan negara yang signifikan dari seluruh pihak, terutama pemerintah.

Kenya telah melakukan kebijakan penurunan pajak dan mengirimkan air gratis ke permukiman kumuh, semenrata pemerintah Senegal membayar tagihan listrik dan Presiden Uganda Yoweri Museveni telah mendesak tuan tanah untuk membebaskan uang sewa hingga pandemi berakhir.

Namun, Pengamat Politik Rachel Strohm mengatakan langkah-langkah seperti itu hanya akan menguntungkan orang di sektor formal.

Dilema Lockdown di Afrika, Ancaman Kelaparan saat PandemiFoto: CNN Indonesia/Fajrian

Strohm menyebut pemerintah kerap mendistribusikan makanan di Lagos, Uganda, Rwanda, Afrika Selatan, dan tempat lain. Seringkali bantuan hanya diterima oleh sebagian kecil warga yang membutuhkan.

Dia berargumen bahwa banyak tindakan yang diambil secara tidak efektif dan tidak produktif, seperti penerapan jam malam dan pengurangan jam operasional transportasi umum. Menurutnya hal itu dapat menciptakan kerumunan yang lebih besar ketika warga bergegas pulang tepat waktu, dan dengan demikian meningkatkan risiko infeksi.



Tes massal

Dibandingkan pembagian bahan pokok, Strohm dan Odede mendukung gagasan bantuan uang langsung ke warga miskin, terutama untuk menghindari ketidaksetaraan dan kekacauan distribusi makanan.

Di sisi lain, Cilliers berpendapat pemerintah Afrika sepatutnya lebih fokus terhadap ancaman penyebaran virus lebih luas dan keberlangsungan ekonomi masyarakat, ketimbang mementingkan langkah teknis seperti pembagian makanan dan minuman.

"Pemerintah perlu mencoba cara agar mendapatkan aktivitas ekonomi maksimum agar orang dapat bertahan hidup, tetapi cobalah untuk menjaga peluang-peluang infeksi dapat menyebar," ungkapnya.

Solusi lain untuk menghindari penutupan total dan keruntuhan ekonomi adalah pengujian massal. Afrika Selatan sejauh ini menjadi satu-satunya negara yang menempuh pendekatan tersebut.

Namun, Menteri Kesehatan Afrika Selatan Zweli Mkhize menyebut pihaknya kesulitan dalam meningkatkan dan memperluas pengujian.

"Hanya sekitar 70 ribu tes telah dilakukan sejauh ini, tingkat yang masih terlalu rendah," ungkap Mkhize. (ara/evn)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER