Jakarta, CNN Indonesia -- Di rumah yang beratap sangat rendah sehingga tidak bisa berdiri, Thanapat Noidee dan istrinya Papassorn mengonsumsi mi yang didapat dari sumbangan satu gereja di
Bangkok setelah keduanya kehilangan pekerjaan karena pandemi
corona.
Pikiran Thanapat dipenuhi dengan kekuatiran untuk membayar berbagai tagihan di tengah pandemi korona yang membuat warga miskin Thailand semakin terpuruk.
Gubuk kayu milik keluarga ini terletak di tengah pusat bisnis Bangkok yang ditaburi begitu banyak hotel berbintang lima dan restoran mewah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ruang kecil ini ditinggali oleh suami isteri itu bersama dengan kedua anak mereka Woraphat dan Kittipat yang masing-masing berusia enam dan tujuh tahun.
Dengan atap setinggi kurang dari 1,2 meter, Thanapat dan Papassorn harus jongkok untuk bisa bergerak di dalam gubuk satu ruangan yang berfungsi sebagai kamar tidur, ruang tamu dan ruang makan itu.
 Di dalam rumah beratap sangat rendah, Papasorn berpikir keras untuk bisa kembali mendapatkan penghasilan yang kini berkurang setengah akibat pandemi corona. (AFP/Romeo Gacad) |
Di bagian bawah, ada satu keran yang berfungsi sebagai pancuran untuk mandi dan satu fondasi beton yang digunakan sebagai dapur. Terlihat tikus besar berkeliaran di atas barang-barang pecah belah yang sudah dicuci.
Papassorn kehilangan pekerjaan sebagai tukang pijat ketika Thailand melaksanakan
lockdown untuk mengendalikan penyebaran virus corona pada akhir Maret.
"Saya harus meminjam uang dari ayah dan kakek saya untuk membayar listrik," ujarnya kepada
AFP.
"Tahun ajaran baru sekolah akan segera dimulai (1 Juli) kembali, dan saya harus mencari uang untuk keperluan sekolah (anak-anak)."
Parlemen Thailand dijadwalkan untuk mengambil keputusan terkait stimulus pemerintah senilai hampir US$60 miliar yang bertujuan menghidupkan kembali ekonomi negara itu yang luluh lantak akibat corona.
Jika parlemen menyetujuinya, ini adalah suntikan dana pemerintah terbesar dalam sejarah Thailand.
Sejak lama Thailand memamerkan tingkat pengangguran yang kecil sebagai simbol kesuksesan ekonomi negara itu.
Namun, jutaan warga seperti keluarga Noidee yang tergantung pada jenis pekerjaan informal atau pekerjaan dengan pendapatan harian untuk bertahan hidup, kini terancam kehilangan kerjaan karena kekhawatiran akan terjadi kontraksi 6-7 persen pada perekonomian Thailand.
Dua bulan setelah
lockdown dan ketika pandemi ini berhasil dikendalikan, Bangkok secara perlahan mulai kembali hidup.
Tetapi Papassorn belum bisa kembali bekerja, sementara suaminya yang bekerja sebagai pengendara ojek dengan penghasilan sekitar Rp450 ribu per hari kini hanya bisa mendapatkan setengah dari angka itu.
Keluarga ini menggantungkan diri pada sumbangan makanan yang dibagikan oleh satu gereja dekat rumah mereka, namun sumbangan ini pun dihentikan karena kebijakan membuka kembali kota Bangkok.
"Tanpa sumbangan makanan, saya harus bekerja lebih keras agar keluarga saya bisa bertahan," ujar Thanapat yang kepalanya sesekali terbentur atap ketika bergerak di dalam gubuknya itu.
Parlemen Thailand membahas usul stimulus untuk mengatasi dampak corona terhadap perekonomian negara itu yang bernilai US$60 miliar dolar ini pada Minggu (31/5).
(yns)
[Gambas:Video CNN]