China di Pusaran Konflik dengan Para Seteru

CNN Indonesia
Selasa, 16 Jun 2020 06:33 WIB
(FILES) In this file photo taken on May 13, 2018, China's first domestically manufactured aircraft carrier, known only as
Kapal perang China disiagakan sebagai taktik dan manuver baru untuk memperkuat klaim sepihak atas Laut China Selatan. (Foto: AFP/China OUT)
Jakarta, CNN Indonesia -- China kini tengah dihadapkan pada lingkaran konflik yang kian memanas lantaran berseteru dengan sejumlah negara. Amerika Serikat, Hong Kong, dan Taiwan merupakan tiga negara yang belakangan kian santer menunjukkan perseteruannya dengan Negeri Tirai Bambu.

Amerika Serikat sejak awal penyebaran virus corona kerap menuduh China sebagai biang keladi di balik pandemi yang menyebar luas ke seluruh dunia. Tak hanya sebatas menuduh, Presiden Donald Trump bahkan mengumumkan keluar dari WHO dan menyebut lembaga kesehatan dunia itu sebagai boneka China.

Pejabat dan diplomat PBB mengatakan konflik AS-China ini tampaknya semakin menyebar ke isu lain, sehingga mereka pun pesimistik akan hubungan kedua negara ke depannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketegangan tak sampai di situ, Trump kemudian memerintahkan untuk menangguhkan operasional seluruh maskapai penerbangan China di AS sejak awal Juni lalu. Langkah tersebut dilakukan setelah China lebih dulu menghentikan izin operasional maskapai AS di China seperti United Airlines dan Delta Airlines.

Belum surut dengan konflik tersebut, AS kemudian campur tangan dengan menyalahkan tindakan China yang dianggap memaksakan kendali besar atas Hong Kong terkait undang-undang keamanan nasional.

Rencana pemberlakuan UU Keamanan Nasional telah memicu gelombang protes besar-besaran oleh warga Hong Kong. Aksi protes dilakukan lantaran warga Hong Kong menganggap undang-undang tersebut hanya akan membungkam dan membatasi pergerakan mereka.

AS ikut bersuara atas RUU tersebut dengan menghapus status khusus Hong Kong. Sebelumnya, Menlu AS Mike Pompeo mengatakan negaranya tidak lagi menganggap Hong Kong sebagai daerah otonomi China.
 
Pernyataan itu menjadi pertanda untuk menarik kembali perdagangan preferensial atau perlakuan khusus dan status keuangan yang dinikmati Hong Kong.
 
Tak tinggal diam, China mengatakan pihaknya akan mengambil sikap tegas setiap tindakan AS yang mengganggu Beijing atas Hong Kong.
 
A protester hold up a cross as riot police stand guard during a protest in Central Government Complex as a second reading of a controversial national anthem law takes place in Hong Kong, Wednesday, May 27, 2020. Hong Kong police massed outside the legislature complex Wednesday, ahead of debate on a bill that would criminalize abuse of the Chinese national anthem in the semi-autonomous city. (AP Photo/Kin Cheung)Gelombang protes RUU Keamanan Nasional China di Hong Kong. (AP Photo/Kin Cheung)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan kedua negara memang berupaya mempertahankan keuntungan dari kerja sama yang terjalin selama ini.
 
Namun, ia menuturkan Beijing tak segan bertindak tegas dalam mempertahankan kepentingannya dalam hal keamanan dan pembangunan.
 
"Langkah-langkah yang diumumkan AS sangat mengganggu urusan dalam negeri China, merusak relasi AS-China, dan akan membahayakan kedua belah pihak. China menentang keras hal ini," kata Zhao dalam jumpa pers rutin Kemlu China di Beijing pada Selasa (2/6) seperti dikutip VOA.

Aksi protes warga Hong Kong terhadap China sebelumnya terjadi saat usulan RUU Ekstradisi. Demo panjang dan besar-besaran itu terjadi lantaran RUU Ekstradisi memungkinkan tersangka suatu kasus diadili di luar Hong Kong, termasuk di China.

Demonstran dan para aktivis yang menggelar aksi protes sepanjang 2019 menolak pemberlakuan RUU Ekstradisi karena menganggap sistem peradilan di China kerap bias, terutama jika terkait dengan Hong Kong sebagai wilayah otonomi. Aksi mulai mereda sesaat ketika pandemi virus corona mulai melanda Hong Kong.

Selain ikut campur terkait Hong Kong, China juga geram dengan sikap AS yang mengerahkan tiga kapal induknya di perairan Indo-Pasifik pada Kamis (18/6). Langkah tersebut diduga sebagai manuver AS untuk memprovokasi China atas Laut China Selatan.

[Gambas:Video CNN]

Terlebih belakangan China menggunakan taktik dan manuver baru demi memperkuat klaim sepihak terhadap Laut China Selatan.

Taktik baru itu disebut sejumlah pengamat dapat menempatkan Indonesia dan Malaysia dalam posisi tertekan. Hal itu bahkan bisa menyulut konflik antara China dengan Indonesia dan Malaysia-dua negara besar di kawasan Asia Tenggara.
 
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia menolak bernegosiasi atas klaim China terhadap Laut China Selatan.
 
Dia menegaskan posisi Indonesia di wilayah perairan tersebut konsisten berdasarkan norma internasional yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) yang disahkan pada 1982.
 
"Di Laut China Selatan, Indonesia memiliki klaim tumpang tindih terkait perbatasan maritim hanya dengan Malaysia dan Vietnam," kata Retno.

Indonesia tidak pernah menempatkan diri sebagai negara yang turut bersengketa dalam perebutan wilayah di Laut China Selatan. Namun, belakangan aktivitas Beijing di dekat perairan Natuna dirasa kian mengkhawatirkan.

China juga secara terbuka menunjukkan kerenggangan dengan Taiwan. Negeri Tirai Bambu menganggap Taiwan sebagai wilayah pembangkang karena terus berupaya memerdekakan diri.

Terlebih saat pemerintah Taiwan secara blak-blakan menyatakan akan menerima warga Hong Kong yang berniat pindah karena pemberlakuan UU Keamanan Nasional yang diusulkan China.

Tawaran suaka diberikan Taiwan dalam bentuk program kemanusiaan yang seluruhnya didanai oleh pemerintah.

Menanggapi rencana itu, China melalui juru bicara untuk urusan Taiwan, Ma Xiaoguang memperingatkan Taipei untuk tidak memperkeruh keadaan.

"Tidak ada separatis yang diizinkan ikut campur atau menghancurkan kemakmuran dan stabilitas Hong Kong," ujar Ma. (ans/evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER