Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta produksi Dexamethasone ditambah dalam waktu dekat untuk memenuhi permintaan meringankan gejala pasien infeksi virus corona (Covid-19).
Dilansir AFP, Selasa (23/6), Dexamethasone merupakan steroid terjangkau yang diklaim manjur menekan kematian pada pasien virus corona yang kondisinya sempat kritis.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan permintaan Dexamethasone melonjak setelah uji coba obat itu di Inggris dipublikasikan. Namun, dia meyakini produksinya bisa ditingkatkan.
Sekitar dua ribu pasien diberikan Dexamethasone oleh para peneliti yang dipimpin oleh tim dari Universitas Oxford. Dari uji coba itu obat tersebut membantu mengurangi kematian hingga 35 persen dari pasien paling parah, menurut temuan yang diterbitkan pekan lalu.
"Meskipun data ini masih awal, baru-baru ini temuan steroid Dexamethasone berpotensi menyelamatkan jiwa pasien Covid-19 yang sakit kritis, memberi kami alasan yang sangat dibutuhkan untuk merayakannya," kata Tedros dalam jumpa pers virtual di Jenewa, Swiss.
"Tantangan selanjutnya adalah meningkatkan produksi dan mendistribusikan Dexamethasone dengan cepat dan merata di seluruh dunia, dengan berfokus pada wilayah yang paling membutuhkan," tambahnya.
Dexamethasone telah beredar di pasaran selama lebih dari enam puluh tahun dan digunakan untuk mengurangi peradangan.
Kendati demikian, WHO menekankan Dexamethasone hanya boleh digunakan untuk pasien dengan kondisi parah atau kritis dan di bawah pengawasan klinis yang ketat.
"Belum ada bukti bahwa obat itu bekerja pada pasien dengan penyakit ringan atau sebagai tindakan pencegahan, dan itu bisa berbahaya," kata Tedros memperingatkan.
Tedros berkeras negara-negara dengan pasien kritis terbanyak virus corona perlu diprioritaskan, tetapi ia memperingatkan pemasok harus menjamin kualitas 'karena ada risiko tinggi di mana produk berada di bawah standar atau dipalsukan saat memasuki pasar'.
Setelah wabah virus corona merebak di China, titik penyebaran virus itu lantas berpindah dari Asia Timur ke Eropa dan sekarang berpindah ke Amerika.
Kehadiran virus di Eropa tampaknya jauh lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Sebuah penelitian menunjukkan potongan-potongan virus corona ada di air limbah di Milan dan Turin pada Desember.
"Jelas ada kemungkinan bahwa virus ini beredar di Italia utara sebelum ada yang menyadari," kata Direktur Kedaruratan WHO, dr. Michael Ryan.
Meski begitu, Ryan menambahkan temuan itu tidak mengubah hipotesis mengenai asal mula penyakit.
Para ilmuwan meyakini virus itu semula menular dari hewan ke manusia yang berasal dari pasar yang menjual daging binatang eksotis di kota Wuhan, China.
Pimpinan teknis WHO untuk Covid-19, Maria Van Kerkhove, mengatakan penelitian di Eropa utara menunjukkan manusia telah terinfeksi oleh cerpelai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pemerintah Belanda melaporkan dua kemungkinan kasus pada Mei di mana manusia diyakini telah terjangkit virus dari hewan yang diternakkan untuk diambil bulunya itu.
"Ada beberapa cerpelai yang ditemukan positif di Belanda dan di Denmark," kata Van Kerkhove.
"Apa yang kami pahami dari penyelidikan ini, yang sedang berlangsung adalah bahwa ada orang yang menginfeksi cerpelai dan kemudian beberapa cerpelai ini menginfeksi beberapa orang. (Infeksi) sangat terbatas dalam hal transmisi yang terjadi," tambahnya.