Partai pro-demokrasi Hong Kong, Demosisto, mengumumkan pembubaran organisasi di hari yang sama ketika China mengesahkan Undang-Undang Keamanan Nasional pada Selasa (30/6) kemarin.
"Setelah banyak pertimbangan internal, kami memutuskan membubarkan dan menghentikan semua operasi sebagai sebuah organisasi mengingat situasi saat ini," bunyi kicauan Demosisto di Twitter.
Pengumuman itu dikeluarkan partai setelah empat tokoh sekaligus pendiri partai itu menyatakan bahwa mereka mengakhiri keterlibatan mereka dengan kelompok tersebut.
Keempat pemuda sekaligus aktivis itu merupakan Joshua Wong, Nathan Law, Jeffrey Ngo, dan Agnes Chow.
Dikutip AFP, Demosisto adalah salah satu partai pro-demokrasi yang kerap mengkritik pemerintah Hong Kong. Partai tersebut berdiri setelah protes pro-demokrasi dan anti-China yang dipimpin mahasiswa berlangsung pada 2014 lalu.
Partai tersebut kerap membuat marah China lantaran selalu menuntut jaminan hak memilih dan dipilih dalam proses politik bagi setiap warga Hong Kong.
Demosisto juga sering berkampanye ke negara-negara lain untuk mendulang dukungan demi menjatuhkan sanksi terhadap China yang dinilai semakin mengekang kebebasan berpolitik dan berpendapat di Hong Kong.
Keempat tokoh utama Demosisto terutama, Wong, sudah berulang kali dipenjara karena kegiatannya. Media pemerintah China bahkan mencap Wong sebagai tokoh separatis, meski Demosisto tidak memiliki visi dan misi untuk memerdekakan diri dari China.
Wong juga sering dicap sebagai agen asing karena sering bepergian ke luar negeri dan bertemu dengan politikus dan petinggi negara asing.
"Saya akan terus mempertahankan rumah saya sampai mereka (China) membungkam saya dan menyingkirkan saya dari negeri ini," ucap Wong di akun Facebooknya tak lama setelah UU Keamanan Nasional Hong Kong disahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wong bersama rekannya Nathan Law berencana mencalonkan diri dalam pemilihan Dewan Legislatif Hong Kong pada September mendatang. Namun, setelah Demosisto dibubarkan, kedua aktivis itu kemungkinan akan mencalonkan diri sebagai kandidat independen.
China meloloskan UU kontroversial itu setelah 163 anggota badan legislasi China mendukung secara bulat pengesahan beleid tersebut.
UU Itu memberikan kewenangan lebih bagi China untuk campur tangan terhadap urusan Hong Kong, dan dinilai sejumlah pihak memperluas kendali China terhadap wilayah otonomi itu.
UU Keamanan Nasional Hong Kong bisa memberikan kewenangan terhadap aparat keamanan China untuk menindak secara hukum setiap upaya pemisahan diri (separatis), campur tangan asing, terorisme, dan semua kegiatan hasutan yang bertujuan menggulingkan pemerintah pusat dan segala gangguan eksternal di wilayah otonomi itu.
Dalam UU itu, pihak berwenang China dapat "menggunakan kewenangan hukum" atas kasus-kasus khusus. Klausa ini memberikan peluang suatu pelanggaran yang dilakukan warga atau entitas di Hong Kong untuk diproses hukum di China.
[Gambas:Video CNN]
UU itu pada akhirnya menekankan bahwa hukum keamanan nasional akan mengalahkan hukum lokal Hong Kong yang selama ini independen.
Pihak oposisi menganggap UU ini menjadi alat bagi China untuk membungkam perbedaan pendapat dan gerakan pro-demokratis di Hong Kong.