Kepolisian Australia mengungkapkan delapan pelajar China di Sydney diketahui menjadi korban penipuan virtual dengan modus penculikan fiktif.
Kepala Detektif Kepolisian negara bagian New South Wales, Superintendent Darren Bennett, pada Senin (27/7) lalu mengatakan kedelapan pelajar itu menjadi korban penipuan.
Darren mengatakan, para korban mengaku ditelepon oleh orang berbahasa Mandarin yang mengaku sebagai pejabat China seperti kedutaan besar, polisi, atau petugas pajak. Mereka diberitahu bahwa mereka berisiko dideportasi atau ditangkap kecuali jika mereka membayar tebusan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir Associated Press, Rabu (29/7), para pelajar lalu mengirim foto diri mereka terikat, pindah ke hotel, dan memutuskan semua lini komunikasi.
"Kepada semua orang, kami berpesan jika Anda menerima panggilan telepon yang mendesak Anda menyetor uang ke rekening bank oleh seseorang yang berpura-pura dari otoritas di China atau lokasi lain, jangan menyetor uang kepada mereka. Segera tutup telepon, hubungi polisi, menelepon universitas atau lembaga pendidikan Anda untuk mendapatkan nasihat dan konseling," kata Bennett.
Asisten Komisaris Polisi New South Wales, Peter Thurtell, mengatakan aparat penegak hukum China telah meyakinkan kepolisian Australia bahwa dalam situasi apapun, sebuah agen pemerintah tidak akan menghubungi siswa di luar negeri untuk meminta uang.
Sindikat itu dilaporkan berhasil mendapatkan uang sebesar AU$3.2 juta (sekitar Rp33.5 miliar) dari sejumlah korban.
Penipuan ini semakin meningkat ketika hubungan Australia-China terus memburuk atas berbagai masalah, termasuk desakan Australia untuk melakukan penyelidikan independen mengenai asal-usul dan penanganan internasional terhadap pandemi virus corona.
Mahasiswa China yang kuliah di luar negeri menjadi sumber pendapatan terbesar bagi universitas-universitas di Australia. China juga memperingatkan para pelajar dan wisatawan dari negaranya bahwa mereka berisiko menerima perlakuan rasis di Australia akibat pandemi.
(ans/ayp)