Pengadilan Prancis mulai mengadili tiga belas pria dan seorang wanita pada Rabu (2/9) terkait serangan teror terhadap surat kabar satir, Charlie Hebdo, dan supermarket halal Yahudi di Paris pada 2015.
Serangan itu menandai awal gelombang kekerasan yang dilakukan oleh pengikut kelompok teroris Al-Qaidah Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di negara itu.
Dilansir Associated Press, sedikitnya tujuh belas orang dan tiga pria bersenjata tewas dalam serangan yang berlangsung selama tiga hari pada Januari 2015 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para terdakwa yang diadili di pengadilan terorisme Prancis dituduh membeli senjata, mobil, dan membantu kegiatan logistik untuk pelaku. Kebanyakan dari mereka mengatakan awalnya mereka berpikir hanya membantu merencanakan kejahatan biasa.
Tiga orang termasuk satu-satunya wanita yang dituduh, diadili secara in absentia (tanpa kehadiran) setelah keluar negeri untuk bergabung dengan ISIS.
Sebagian besar dari 11 orang yang akan muncul di persidangan berkeras bahwa bantuan mereka dalam pembunuhan massal itu dilakukan tanpa mereka sadari.
Sidang yang dibuka pada Rabu itu digelar di bawah pengamanan ketat. Polisi memeriksa seluruh pengunjung ruang sidang utama atau ruang pendukung.
Di kios koran terdekat, terbitan terbaru majalah Charlie Hebdo yang mencetak ulang karikatur Nabi Muhammad dijual. Karikatur itu dinilai sebagai pemicu aksi penembakan yang membunuh sejumlah staf redaksi majalah mingguan itu.
"Mereka mati agar Anda para jurnalis dapat melakukan pekerjaan Anda. Jangan takut. Bukan kepada terorisme, bukan pada kebebasan," ujar pengacara majalah Charlie Hebdo, Richard Malka.
Serangan di kantor redaksi Charlie Hebdo itu terjadi pada 7 sampai 9 Januari 2015. Insiden itu terjadi saat redaksi menggelar rapat editorial.
Kantor redaksi Charlie Hebdo dijaga oleh polisi sejak penerbitan karikatur Nabi Muhammad beberapa tahun sebelumnya.
Dua bersaudara, Cherif dan Said Kouachi, menembak mati 12 orang sebelum membajak kendaraan dan melarikan diri. Mereka mengklaim serangan itu atas nama kelompok teroris Al-Qaeda.
![]() |
Dua hari kemudian, pada malam Sabat yang diperingati etnis Yahudi, pelaku penembakan bernama Amedy Coulibaly yang mengklaim sebagai pengikut ISIS menyerbu supermarket Hyper Cacher. Serangan itu menewaskan empat sandera.
Sedangkan Cherif dan Said Kouachi sempat menduduki kantor percetakan di luar ibu kota Paris. Seluruh penyerang tewas dalam baku tembak dengan polisi dalam waktu yang hampir bersamaan.
Para penyelidik membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyadari bahwa Coulibaly juga bertanggung jawab atas kematian seorang polisi wanita di hari sebelumnya.
Selain itu, penyidik membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk mengungkap jaringan penjahat kecil dan rekan-rekan di lingkungannya yang ikut membantu ketiga pelaku tersebut.
Di akhir 2015, para pengikut ISIS dari Prancis dan Belgia kembali melakukan serangan teror di Paris. Dalam serangan yang terjadi di aula konser Bataclan, stadion nasional, bar, serta restoran tercatat ada 130 orang yang meninggal.
(ans/ayp)