Salah satu kelompok oposisi Rusia, Anti-Corruption Foundation (FBK), mengklaim menjadi sasaran serangan menggunakan cairan kimia pada Selasa (8/9).
Salah satu anggota FBK, Olga Gousseva, mengatakan bahwa serangan tersebut terjadi saat kelompoknya sedang menggelar rapat di kantor mereka di Siberia pada Selasa (8/9).
"Seseorang tak dikenal masuk ke dalam kantor dan memecahkan sebuah botol yang berisi cairan kimia tak teridentifikasi. Saat itu, sedang ada rapat di kantor dengan sekitar 50 orang," ujar Gousseva seperti dikutip AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur FBK, Ivan Jdanov, mengatakan bahwa setelah itu, bau menusuk yang menjijikkan melingkupi seisi ruangan.
Jdanov juga mengonfirmasi bahwa dua orang dilarikan ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut setelah terpapar bahan kimia tersebut.
Media oposisi Rusia, MBKh, melaporkan bahwa polsi sudah mengetahui jenis bahan kimia yang digunakan dalam serangan tersebut.
Menurut keterangan kepolisian yang dirujuk MBKh, bahan kimia tersebut merupakan produk antiseptik yang biasa digunakan dalam obat hewan.
Berita ini menjadi perhatian karena belakangan ini, Rusia sedang disorot berbagai pihak atas dugaan meracuni tokoh oposisi kenamaan, Alexei Navalny.
Tokoh antikorupsi tersebut diduga diracun dalam penerbangan dari Kota Tomsk, Siberia, menuju Moskow. Ia sempat dirawat di rumah sakit Siberia sebelum ditransfer ke Jerman.
Setelah proses pemeriksaan lebih lanjut, tim medis Jerman melaporkan bahwa mereka menemukan bukti terdapat kandungan racun saraf Novichok di dalam tubuh Navalny.
Pemerintah Jerman pun langsung meminta penjelasan lebih lanjut dari Rusia. Sejumlah pihak menuding Rusia berada di balik insiden ini karena Navalny dikenal sebagai aktivis antikorupsi yang lantang menentang Putin.
Namun, Rusia membantah dugaan bahwa mereka merupakan dalang di balik insiden tersebut. Sejumlah pejabat bahkan melontarkan spekulasi yang dianggap tak masuk akal, seperti Navalny meracun diri sendiri.
(has/has)