Rusia: Isu Alexei Navalny Diracun Upaya Jatuhi Sanksi Baru

AFP | CNN Indonesia
Rabu, 09 Sep 2020 18:25 WIB
Rusia mengatakan isu Alexei Navalny diracun sebagai sebuah kampanye disinformasi untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Moskow.
Tokoh oposisi Alexei Navalny yang diduga diracun oleh intelijen Rusia. (Foto: AFP/YURI KADOBNOV)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah Rusia mengatakan dugaan keracunan yang menimpa tokoh oposisi Alexei Navalny sebagai sebuah kampanye disinformasi untuk mempromosikan sanksi baru terhadap Moskow.

Rusia merilis pernyataan setelah Menteri Luar Negeri G7 pada Selasa (8/9) menuntut agar Rusia segera menemukan dan menuntut pihak yang bertanggung jawab atas dugaan keracunan yang dialami Navalny.

"Kampanye disinformasi besar-besaran sedang terjadi yang bertujuan untuk 'memobilisasi sentimen sanksi' dan tidak ada hubungannya dengan kesehatan Navalny atau 'mencari tahu alasan sebenarnya ia dirawat di rumah sakit," tulis kementerian luar negeri Rusia dalam keterangannya seperti dikutip dari AFP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi pernyataan G7, Rusia juga menegaskan kembali tuduhan Jerman terkait adanya racun zat saraf Novichok karena telah menolak untuk membagikan informasi lebih rinci terkait kasus Navalny.

"Serangan tak berdasar terhadap Rusia terus berlanjut," tulisnya lagi.

Negara-negara G7 termasuk Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang mengatakan bahwa Berlin mengonfirmasi Navalny yang merupakan tokoh oposisi Presiden Valdimir Putin diracun.

Sebelumnya, Uni Eropa sempat mengancam akan menjatuhi sanksi dan memperingatkan Rusia dengan kemungkinan "tindakan yang tepat, termasuk melalui tindakan pembatasan".

Infografis Jalan Berliku Alexei Navalny Hadapi Rezim RusiaFoto: CNN Indonesia/Fajrian
Infografis Jalan Berliku Alexei Navalny Hadapi Rezim Rusia

Seorang diplomat mengatakan, 'tindakan pembatasan' merupakan kode sanksi untuk melarang individu bepergian ke Uni Eropa dan akan membekukan aset yang dimiliki individu di blok tersebut. Pada 2019, UE telah menambahkan empat anggota Dinas Intelijen Militer (GRU) Rusia ke daftar sanksinya.

Seorang Ahli Hukum Hubungan Eksternal UE, Steven Blockmans, di Pusat Kajian Kebijakan Eropa yang bermarkas di Brussel menuturkan jika intelijen Rusia terlibat dalam peracunan Navalny, maka mereka bisa dikenakan sanksi individu. Tapi mengingat itu terjadi di Rusia, maka kasus ini sulit dibuktikan.

Navalny diduga diracun menggunakan zat saraf Novichok dalam penerbangan dari Kota Tomsk, Siberia, menuju Moskow, Rusia. Ia sempat dirawat di rumah sakit Siberia sebelum ditransfer ke Jerman.

Novichok dikembangkan oleh militer Soviet dan tidak tersedia secara bebas, tapi fakta penggunaannya saja tidak cukup. UE dan NATO telah menyerukan penyelidikan independen internasional terhadap kasus Navalny.

Rumah Sakit Charite di Berlin, Jerman yang merawat Navalny menyatakan pemimpin oposisi Rusia itu telah melewati masa kritis dan tidak lagi dalam kondisi koma.

"Pasien sudah dikeluarkan dari koma medis dan kini juga sudah lepas dari ventilator mekanis. Dia juga sudah merespons stimulan verbal," demikian pernyataan Rumah Sakit Charite, Senin (7/9).

Koma medis atau induced coma merupakan metode medis untuk membuat pasien tidak sadarkan diri dengan obat bius guna mencegah kerusakan otak.

Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa mereka memutuskan untuk menyadarkan Navalny dari koma medis karena kondisinya terus membaik usai diduga diracun dengan agen saraf.

(evn/dea)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER