Perdana Menteri (PM) Armenia, Nikol Pashinian, merasa pesimis atas upaya perdamaian dengan Azerbaijan melalui diplomasi.
Dia mengatakan bahwa sikap Azerbaijan yang terus menyerang dalam 25 hari memperebutkan kawasan Nagorno-Karabakh tidak menyisakan ruang untuk diplomasi.
Dalam sebuah video pidato yang disiarkan secara langsung, Pashinian mengajak agar semua rakyat Armenia angkat senjata untuk membela tanah air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun mendesak wali kota di setiap tempat negaranya untuk mengatur unit relawan. Selain itu, sang PM menuduh sikap Azerbaijan yang tidak kenal kompromi telah menghancurkan harapan akan penyelesaian melalui jalur politik.
"Tidak ada cara sekarang untuk menyelesaikan masalah Nagorno-Karabakh melalui diplomasi. Dalam situasi ini, kami dapat mempertimbangkan semua harapan, proposal, dan gagasan tentang perlunya menemukan penyelesaian diplomatik secara efektif dihentikan," ucapnya dilansir dari Associated Press, Kamis (22/10).
Menteri Luar Negeri Armenia dan Azerbaijan dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, di Washington D.C., pada Jumat besok.
Pertempuran kembali bergejolak antara Azerbaijan dan Armenia tahun ini di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh. Pertempuran itu pecah pada 27 September lalu.
Wilayah Nagorno-Karabakh terletak di Azerbaijan, tetapi berada di bawah kendali pasukan separatis yang didukung oleh Armenia, sejak perang di sana berakhir pada 1994.
Rusia telah mengupayakan gencatan senjata bagi kedua negara hingga dua kali. Namun, baik Azerbaijan maupun Armenia malah terus bertikai dan mengabaikan perjanjian itu.
Pihak-pihak yang bertikai terus meluncurkan serangan dengan artileri berat, roket, dan pesawat nirawak (drone).
Menurut pejabat Nagorno-Karabakh, 834 pasukan mereka telah tewas, dan lebih dari 30 warga sipil meninggal. Azerbaijan belum mengungkapkan kerugian di sisi militer, tetapi mengatakan 63 warga sipil tewas dan 292 luka-luka dalam konflik itu.
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, mengatakan bahwa untuk mengakhiri permusuhan, pasukan Armenia harus mundur dari Nagorno-Karabakh.
Ia menegaskan bahwa Azerbaijan memiliki hak untuk merebut kembali Nagorno-Karabakh walaupun dengan kekerasan, setelah hampir tiga dekade mediasi internasional tidak menghasilkan kemajuan.
Penasihat Luar Negeri Kepresidenan Azerbaijan, Hikmat Hajiyev, menuduh bahwa pernyataan PM Armenia mencerminkan kurangnya minat Armenia dalam penyelesaian diplomatik.
Hajiyev mengatakan Pashinian tidak menunjukkan rasa hormat terhadap upaya yang dilakukan oleh mediator internasional.
Rusia, AS, dan Prancis yang terlibat dalam bersama Minsk Group, sebuah Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa yang dibentuk pada 1990-an, juga telah berusaha menengahi konflik yang terjadi di sana.
Di sisi lain, Turki yang merupakan sekutu erat Azerbaijan mendukung negara itu untuk merebut kembali wilayahnya, meski harus menggunakan kekerasan.
Akibat dukungan terbuka dari Turki, Presiden Armenia, Armen Sarkissian, juga membidik diplomat Turki saat berkunjung ke Brussel, Belgia pada Rabu (21/10) lalu.
Sang presiden menuduh Turki telah mengerahkan militan dari Suriah ke daerah konflik.
Sebelumnya, pemerintah Turki telah membantah tuduhan Armenia itu. Namun, pemantau perang dan aktivis oposisi yang berbasis di Suriah telah mengkonfirmasi bahwa Turki mengirim ratusan pejuang oposisi Suriah untuk berperang di Nagorno-Karabakh.
(ndn/ayp)