Hatice Cengiz yang merupakan mantan tunangan mendiang kolomnis The Washington Post yang tewas dibunuh, Jamal Khashoggi, mengajak para pemimpin dunia untuk memboikot Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan digelar di Arab Saudi pada 21 sampai 22 November mendatang.
Cengiz melontarkan kritik bahwa dengan mengizinkan Saudi menggelar memperlihatkan masyarakat dunia seakan membiarkan negara itu cuci tangan atas kasus itu, dan seolah memberikan panggung bagi Saudi untuk mencitrakan diri sebagai negara yang sudah berubah.
"Fakta bahwa Arab Saudi menjadi tuan rumah KTT G20 memberi pesan bahwa orang-orang tetap melanjutkan kehidupan mereka seolah tidak terjadi apa-apa," kata Cengiz saat berbicara dalam Simposium Logan seperti dilansir Middle East Eye, Selasa (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KTT G20 adalah pertemuan tahunan yang dilakukan 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Kegiatan itu juga diharapkan menjadi ajang untuk memoles citra Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed Bin Salman, yang diduga berada di balik pembunuhan Khashoggi.
Akan tetapi, akibat pandemi virus corona, format pertemuan itu diubah menjadi virtual. Namun, Saudi berharap bisa memamerkan sejumlah proyek untuk modernisasi infrastruktur.
Sebelum kegiatan itu digelar, pemenang hadiah Nobel di bidang ekonomi, Joseph Stiglitz, mengkritik Pangeran Mohammed Bin Salman terkait kasus pembunuhan Khashoggi, serta pemenjaraan sejumlah aktivis perempuan.
Dalam pertemuan Pemikir 20 (T20) pada Oktober lalu, Stiglitz mengecam Pangeran Mohammed Bin Salman karena dinilai membiarkan para pelaku pembunuhan Khashoggi lolos dari hukum.
Para pakar ekonomi itu lantas mengheningkan cipta untuk mengenang Khashoggi dan para aktivis perempuan yang dibui oleh pemerintah Saudi.
Cengiz juga menyinggung soal pemenjaraan para aktivis perempuan di Saudi.
"Alasan mengapa kasus Khashoggi masih dinilai penting karena kalian para jurnalis dan saya sebagai saksi belum menyerah dalam perkara ini," kata Cengiz.
Khashoggi mulanya merupakan orang dalam kalangan keluarga Kerajaan Arab Saudi, tetapi kemudian berbalik menjadi pengkritik. Dia kerap menulis kolom di The Washington Post dan Middle East Eye.
Dia dilaporkan dibunuh dan jasadnya dimutilasi ketika hendak memperbarui paspor di Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2018. Saat itu Cengiz sempat mengantar mendiang hingga depan gedung konsulat.
Sampai saat ini jasad Khashoggi tidak pernah ditemukan.
"Kesadaran terhadap kasus pembunuhan Khashoggi meningkatkan tekanan kepada Arab Saudi, di samping sejumlah kasus ketidakadilan yang dialami para aktivis di Saudi. Saya yakin tekanan publik yang terus dilakukan akan memberikan keadilan bagi Khashoggi dan menghukum mereka yang bertanggung jawab, dan semoga aktivis lainnya segera dibebaskan," ujar Cengiz.
(ayp/ayp)