Amerika Serikat (AS) bakal kembali mengurangi jumlah pasukannya di Afganistan dan Irak ke titik paling rendah selama 20 tahun terakhir. Penarikan pasukan ini diumumkan Pentagon pada Selasa (17/11) setelah Presiden AS Donald Trump berjanji mengakhiri konflik di luar negeri.
Plt Menteri Pertahanan AS Chris Miller mengatakan sekitar 2 ribu pasukan akan ditarik dari Afganistan pada 15 Januari 2021 dan 500 lainnya dari Iraq. Setelah proses ini berhasil jumlah pasukan AS masih tersisa 2.500 di tiap negara.
Miller menjelaskan AS sudah mendapatkan tujuannya, yang ditetapkan pada 2021 setelah serangan Al Qaeda di AS, untuk menumpas ekstremis Islam dan untuk membantu 'mitra lokal dan sekutu memimpin pertempuran'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan menyelesaikan perang pada generasi ini dan membawa kembali pria dan wanita kami ke rumah," kata Miller, disitat dari AFP.
"Kami akan melindungi anak-anak kami dari beban berat dan korban perang abadi, kami akan menghormati pengorbanan yang terjadi saat pelayanan perdamaian dan kestabilan di Afganistan, Irak, dan seluruh dunia," ucapnya lagi.
Penarikan pasukan ini diumumkan 10 hari setelah Trump memecat Menteri Pertahanan Mark Esper yang beranggapan perlu mempertahankan 4.500 pasukan di Afganistan untuk mendukung pemerintahan setempat yang sedang bernegosiasi dengan pemberontak Taliban.
Sejauh ini pasukan AS telah dipangkas dua per tiga yakni sebanyak 13 ribu orang pada tahun ini yang dimulai dari 29 Februari atas perjanjian perdamaian antara AS dan Taliban. Kedua pihak setuju Taliban akan bernegosiasi damai dengan pemerintah Afganistan dan pasukan AS akan pergi sepenuhnya pada Mei 2021.
Namun sampai pergantian Esper ke Miller, Pentagon mengatakan Taliban tidak memenuhi janji untuk mengurangi serangan terhadap pasukan pemerintah Afganistan.
Mengurangi pasukan AS juga mendapat kritikan dari politisi senior AS yang khawatir hal itu akan melemahkan Afganistan dan Irak dari kelompok ekstremis.
"Afganistan berisiko menjadi sekali lagi platform teroris internasional untuk merencanakan dan mengatur serangan pada negara kita," kata kepala NATO Jens Stoltenberg.
(fea)