Israel dilaporkan membuka Yerusalem sebagai destinasi wisata yang menyasar turis dari Uni Emirat Arab (UEA). Pembukaan pariwisata ini dilakukan menyusul normalisasi hubungan dengan UEA pada September lalu.
Kedua negara telah setuju menormalisasi hubungan, warga Palestina mengecam langkah itu sebagai "pengkhianatan" terhadap Yerusalem, di mana mereka berharap dapat mendirikan ibu kota negara Palestina di masa depan.
Tapi dengan dibukanya wilayah itu sebagai tujuan wisata, warga Palestina di Yerusalem timur nampaknya dapat segera melihat keuntungan setelah pandemi virus corona menjadikan kota itu seperti kota hantu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan ada beberapa keuntungan bagi sektor pariwisata Palestina, dan inilah yang saya harapkan. Lupakan politik, kita harus bertahan hidup," kata Sami Abu-Dayyeh, pengusaha Palestina di Yerusalem timur yang memiliki empat hotel dan sebuah agen pariwisata.
Sami berharap akan ada hingga 28 penerbangan dalam sehari di Tel Aviv dari Dubai dan Abu Dhabi. Dia yakin bahwa penyedia layanan wisata Palestina akan mampu bersaing.
"Kami telah memberikan layanan ini selama bertahun-tahun, selama ratusan tahun," ujarnya.
Tapi warga Palestina nampaknya lebih skeptis. Puluhan pemilik toko Palestina di kota tua Yerusalem menolak berkomentar tentang pembukaan wisata bagi turis dari wilayah Teluk. Mereka mengatakan itu terlalu sensitif secara politik.
Ada juga kekhawatiran bahwa upaya Israel dalam mempromosikan pariwisata ke Al-Aqsa dapat meningkatkan ketegangan.
Lapangan terbuka di puncak bukit di Kota Tua, rumah bagi masjid Al-Aqsa dan kuil Kubah Batu (Dome of the Rock) yang ikonik, adalah situs tersuci ketiga dalam Islam. Situs itu sekaligus menjadi situs tersuci bagi orang Yahudi yang menyebutnya sebagai Temple Mount, karena itu adalah lokasi dari dua kuil alkitabiah di zaman kuno.
Dilansir Associated Press, situs tersebut juga menjadi sumber utama dalam konflik Israel-Palestina, di mana beberapa bulan terakhir ketegangan kian meningkat.
Meski demikian, prospek wisata religi disebut-sebut dapat menguntungkan baik warga Israel maupun Palestina.
"Saya sangat gembira karena menurut saya ini membawa kita ke era baru pariwisata Muslim yang tidak pernah benar-benar kita miliki," kata Wakil Wali Kota Yerusalem, Fleur Hassan-Nahoum.
"Meskipun kami memiliki perdamaian dengan Yordania dan Mesir, saya belum pernah benar-benar melihat turis Mesir atau turis Yordania karena perdamaian (yang dimiliki) bukanlah perdamaian yang hangat," tambahnya.
Hassan-Nahoum, yang baru-baru ini mengunjungi UEA dan merupakan salah satu pendiri Dewan Bisnis UEA-Israel, mengatakan Yerusalem telah menjangkau operator tur Arab lokal untuk memastikan bahwa pembukaan wisata ini dapat menjangkau semua orang.
"Anda memiliki perasaan campur aduk. Beberapa dari mereka agak curiga, (tapi) kebanyakan dari mereka memahami bahwa ini akan menjadi sangat menguntungkan mereka, karena mereka berbicara bahasa Arab, dan karenanya mereka, menurut saya, memiliki keuntungan yang unik," tambahnya.
Hassan mengatakan pihak berwenang saat ini sedang mencari rekomendasi dari perusahaan keamanan untuk memastikan bahwa turis dapat mengunjungi situs tersebut dengan aman.
"Saya tidak berpikir itu akan menimbulkan terlalu banyak ketegangan, Yang saya inginkan adalah mayoritas turis UEA memiliki pengalaman menyenangkan pergi dan salat di Al-Aqsa untuk pertama kalinya," pungkasnya.
(ans/evn)