Pemerintah Filipina Tuai Kritik karena Pesan Vaksin Sinovac

CNN Indonesia
Kamis, 17 Des 2020 21:30 WIB
Keputusan pemerintah Filipina memesan vaksin virus corona produksi Sinovac menuai kritik dari parlemen.
Ilustrasi vaksin corona buatan Sinovac. (AP/Ng Han Guan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Keputusan pemerintah Filipina memesan vaksin virus corona CoronaVac buatan perusahaan farmasi China, Sinovac Biotech, menuai kritik dari parlemen.

Dilansir Philippines Lifestyle, Kamis (17/12), kritik itu disampaikan oleh Senator Risa Hontiveros. Dia mengatakan seharusnya pemerintah Filipina membeli vaksin yang terbukti ampuh secara ilmiah ketimbang alasan politis.

"Ada beragam permasalahan yang ada di sekitar vaksin yang ditawarkan China, termasuk keterbukaan data dan hasil uji klinis, efek samping seperti yang kita lihat di Peru dan bahkan sejarah tindak pidana suap yang dilakukan perusahaan itu," kata Hontiveros melalui pernyataan pers.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal tersebut menjadi alasan yang cukup bagi kita untuk khawatir. Jika kita ingin rakyat mempercayai keputusan pemerintah dan vaksinasi, kita harus mendapatkannya. Tidak ada kompromi. Ikuti aturan," ujar Hontiveros.

Surat kabar The Washington Post melaporkan bahwa direktur Sinovac mengakui melakukan tindak pidana suap.

Hontiveros menanggapi pernyataan Kepala Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Filipina, Carlito Galvez Jr., yang mengatakan pengadaan vaksin itu rencananya akan berlangsung pada Maret 2021 mendatang.

Filipina dilaporkan memesan 25 juta vaksin Sinovac. Galvez menuturkan Filipina sedang membidik vaksin buatan China lainnya yakni Sinopharm dan CanSino. Namun, ia menuturkan pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte cenderung memprioritaskan kesepakatan dengan Sinovac karena ketersediaan dan kemampuan produksi, serta harga. Alasan selain itu adalah karena vaksin tersebut sudah disuntikkan kepada sekitar satu juta orang.

Akan tetapi, menurut Hontiveros harga vaksin Sinovac cukup mahal.

"Jika belum terbukti aman dan apalagi harganya tidak murah, apa alasan mendasar memilih vaksin ini?," ujar Hontiveros.

"Jangan korbankan kesehatan rakyat Filipina dengan sikap Presiden yang bias terhadap China, yang terus menerus menolak keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag (soal klaim kepemilikan Laut China Selatan) dan melanggar perairan kita," ucap Hontiveros.

Menteri Kesehatan Filipina, Francisco Duque III, meminta masyarakat tetap percaya dengan proses pemeriksaan vaksin Sinovac yang dilakukan pemerintah, melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (DOST).

"Kita mempunyai proses dan hal itu harus dijalankan. Kita harus menghormati DOST dan panel vaksin karena mereka memiliki seluruh data ilmiah untuk membuktikan apakah vaksin itu aman, kualitasnya dan apakah bisa digunakan," kata Duque III, seperti dilansir ABS-CBN.

Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Harry Roque, menyatakan mereka memilih vaksin Sinovac karena China berjanji akan mampu menjamin pasokan. Sementara perusahaan farmasi lain yang juga membuat vaksin Covid-19 yakni Pfizer, AstraZeneca atau Moderna tidak bisa menjanjikan hal yang sama.

"Alasan kami membeli itu (CoronaVac) karena kami tidak bisa mendapatkannya dari Pfizer, AstraZeneca atau Moderna," kata Roque.

Indonesia juga turut memesan vaksin Sinovac. Pengiriman pertama vaksin Sinovac telah tiba di Indonesia pada pekan lalu.

Meski begitu, Sekretaris Perusahaan Bio Farma, Bambang Heriyanto, mengatakan belum ada rilis yang melaporkan efikasi atau hasil uji klinis dari vaksin Sinovac.

"Sampai saat ini belum ada rilis terkait dengan efikasi atau hasil uji klinis. Mau efikasi atau inhomogeneity, jadi efektivitas itu belum ada yang disampaikan tim klinis karena nanti hasil uji klinis ini akan dilaporkan oleh tim uji klinis vaksin covid-19 kepada BPOM," katanya.

Dia mengatakan data interim akan disampaikan kepada BPOM pada Januari mendatang untuk mendapatkan skema penggunaan vaksin dalam keadaan darurat.

Dalam keadaan normal, izin baru bisa diberikan dalam tahap akhir uji klinis yang biasanya memakan waktu hingga 6 bulan. Namun, mengikuti aturan WHO, BPOM diperbolehkan memberi izin pemakaian dalam uji klinis 'kilat'.

(abs-cbn/philippines lifestyle/ayp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER