Zhang Zhan, jurnalis warga
Pada Desember 2020, seorang citizen journalist China bernama Zhang Zhan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena melaporkan secara langsung penyebaran virus corona dari Wuhan.
Zhang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Rakyat Shanghai Pudong New District, China pada Senin (28/12/2020) pagi karena dituduh "berselisih dan memprovokasi masalah".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir South China Morning Post, hukuman yang dijatuhkan padanya kerap digunakan oleh polisi setempat untuk membungkam perbedaan pendapat.
Zhang mengkritik tanggapan awal pemerintah saat Covid-19 muncul pertama kali di Wuhan dan hal itu ia tuangkan dalam esai yang ditulis pada Februari. Zhang menyatakan pemerintah "tidak memberikan informasi yang cukup kepada orang-orang, kemudian hanya memberlakukan lockdown kota".
"Ini adalah pelanggaran besar hak asasi manusia," tulisnya.
Zhang adalah orang pertama yang menghadapi persidangan dari empat citizen journalist lain yang ditahan oleh pihak berwenang setempat pada awal 2020. Mereka ditahan karena melaporkan wabah serupa SARS itu dari Wuhan.
Ketiga orang yang bernasib sama dengan Zhang yakni Chen Qiushi, Fang Bin, dan Li Zehua.
Jimmy Lai, pebisnis media
Taipan pemilik media sekaligus tokoh pro-demokrasi Hong Kong asal China, Jimmy Lai ditangkap pada 10 Agustus 2020 dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional baru yang diberlakukan China di Hong Kong pada 30 Juni 2020.
Sebelum UU Keamanan Nasional disahkan, media pemerintah China sering menuduhnya berkolusi dengan pihak asing, terutama setelah dia bertemu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo dan Wakil Presiden AS Mike Pence pada 2019.
Selama wawancara dengan AFP, Lai menggambarkan UU Keamanan sebagai "lonceng kematian untuk Hong Kong".
"Ini akan menggantikan atau menghancurkan supremasi hukum kami dan menghancurkan status keuangan internasional kami," ujarnya.
Ren Zhiqiang, taipan pengkritik pemerintah
Pada April 2020, seorang taipan China lainnya, Ren Zhiqiang, menghadapi penyelidikan polisi setelah ia mengkritik cara Presiden Xi dalam menangani pandemi Covid-19. Ren menghadapi tuduhan melakukan "pelanggaran serius" terhadap disiplin dan hukum.
Mengutip AFP, pria 69 tahun itu sempat menghilang dari mata publik pada Maret lalu setelah membuat tulisan yang mengkritik respons Xi menangani wabah virus corona di China.
Ren tidak secara gamblang menyebut nama Xi dalam tulisannya. Ia justru menyebut pemimpin tertinggi sebagai 'badut' yang haus kekuasaan.
"Saya tidak melihat seorang kaisar berdiri memamerkan 'pakaian barunya', tetapi seorang badut yang menanggalkan pakaiannya dan berkeras terus menjadi seorang kaisar," tulis Ren dalam tulisannya.
Dalam artikel tersebut, ia juga mengecam tindak keras partai terhadap kebebasan pers dan intoleransi perbedaan pendapat.
"Tanpa media yang mewakili kepentingan rakyat dengan mempublikasikan fakta-dakta aktual, nyawa rakyat terancam oleh virus dan penyakit utama lainnya," tulis Ren yang mengkritik pembatasan pemerintah terhadap kebebasan pers.
Kemudian pada akhir September, Ren divonis hukuman penjara selama 18 tahun atas kritik tersebut. Tapi dia menghadapi vonis pengadilan pada 22 Agustus atas tuduhan korupsi dan penggelapan dana publik.
Pengusaha properti yang telah pensiun dalam beberapa tahun terakhir itu secara aktif menjadi kritikus terhadap sikap pemerintah China dalam merespons berbagai isu.
Pada 2016 lalu, Ren juga bermasalah dengan pengawas disiplin partai karena membuat petisi daring terkait aturan agar media China harus tetap setia pada partai. Akibat aksinya, Ren menjalani masa percobaan penahanan selama satu tahun dan akun Weibo miliknya ditutup oleh pemerintah.
Xiao Jianhua, pebisnis
Pendiri Tomorrow Group yang berbasis di Beijing, Xiao Jianhua diculik pada Januari 2017 lalu saat menginap di hotel Four Seasons, Hong Kong. Dia menghilang di tahanan China, sementara Beijing menyita sebagian aset dari perusahaannya.
Sejumlah media melaporkan Xiao dibawa pergi dengan menggunakan kursi roda oleh agen keamanan China berpakaian preman, kepalanya ditutupi dengan seprai, dan dibawa melintasi perbatasan ke China.
Menghilangnya miliarder asal China itu adalah bagian dari operasi anti-korupsi China yang diyakini sejumlah pengkritik kerap digunakan untuk mengeliminasi musuh politik Presiden Xi.
Terkait penangkapannya, regulator pasar saham China menuduh Xiao dan taipan lainnya menarik calon investor dari pasar saham China.
(ans/evn)