Pemerintah Iran berharap pemerintah Korea Selatan (Korsel) segera mencairkan aset berupa uang sebesar US$7 miliar yang dibekukan akibat sanksi Amerika Serikat, jika ingin kapal tanker MT Hankuk Chemi segera dilepaskan.
Dilansir Reuters, Senin (11/1), Iran juga meminta Korsel tidak mempolitisasi penangkapan kapal tanker itu.
Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Choi Jung-kun, bertandang ke Iran pada Minggu (10/1) kemarin untuk merundingkan pembebasan kapal MT Hankuk Chemi yang ditangkap dekat Selat Hormuz pada (4/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iran membantah menyandera kapal tanker beserta 20 awaknya, dan mendesak Korsel segera mencairkan uang mereka. Iran dilaporkan membutuhkan uang itu untuk membeli vaksin virus corona dari luar negeri.
Apalagi saat ini Iran menjadi negara di kawasan Timur Tengah yang paling terdampak pandemi virus corona. Sebab, jumlah kasus infeksi virus corona dan tingkat kematian di negara itu cukup tinggi, seperti dilansir AFP.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, meminta Korsel tidak mempolitisasi penangkapan tanker itu, dan membiarkan proses hukum berjalan semestinya.
Pemerintah Iran mengatakan tanker itu ditangkap dengan alasan mencemari lingkungan.
Akan tetapi, menurut perusahaan pengelola MT Hankuk Chemi, Taikun Shipping, tidak ada indikasi pemerintah Iran menyelidiki kapal itu karena dugaan mencemari lingkungan.
"Selama dua setengah tahun bank Korsel membekukan aset Iran. Ini tidak bisa diterima karena Korsel tidak mempunyai kemauan politik yang baik untuk menyelesaikan masalah itu karena sanksi AS," ujar Araqchi.
AS kembali menjatuhkan serangkaian sanksi sejak keluar dari perjanjian pembatasan pengayaan nuklir Iran pada 2018.
Perjanjian yang diteken pada 2015 itu meminta Iran membatasi pengayaan uranium dan membatalkan program senjata nuklir. Sebagai gantinya sanksi terhadap mereka akan dicabut satu persatu.
Iran kemudian membalas tindakan AS dengan terus meningkatkan proses pengayaan uranium hingga 20 persen. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dicari jalan keluarnya oleh presiden terpilih, Joe Biden.
(reuters/ayp)