
Lembaga HAM Sebut Pemerintah Israel Apartheid

Kelompok pemantau Hak Asasi Manusia (HAM) B'Tselem menyebut pemerintah Israel yang menduduki wilayah Palestina sebagai rezim apartheid.
Dalam laporannya yang dirilis Selasa (12/1), B'Tselem melaporkan hak warga Palestina di Tepi Barat lebih sedikit selama di bawah kendali Israel. Kondisi ini kontras dengan orang Yahudi yang hidup di seluruh wilayah Laut Mediterania dan Lembah Sungai Yordania.
"Salah satu poin penting dalam analisis kami, ini adalah satu wilayah geopolitik yang diatur oleh satu pemerintah," kata Direktur B'Tselem, Hagai El-Ad.
"Ini bukan demokrasi ditambah pendudukan. Ini adalah apartheid antara sungai dan laut," tambahnya.
Kelompok tersebut berpendapat, Israel menutupi kenyataan bahwa ada sekitar 7 juta orang Yahudi dan 7 juta orang Palestina yang hidup di bawah satu sistem dengan hak-hak yang sangat tidak setara.
"Intinya adalah tidak ada satu inci persegi pun antara sungai dan laut, di mana seorang Palestina dan seorang Yahudi setara," imbuh El-Ad.
Israel sudah sejak lama mendeklarasikan diri sebagai negara demokrasi, di mana warga Palestina juga memiliki hak yang sama. Israel sendiri merebut Yerusalem timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza dalam Perang 1967. Namun, pencaplokan Israel atas Tepi Barat bahkan tidak diakui oleh komunitas internasional.
Meski sebagian besar orang Palestina di Yerusalem timur adalah "penduduk" Israel, tapi status mereka bukan warga negara dengan hak suara.
Israel sempat menarik pasukan dan warganya dari Jalur Gaza pada 2005, tapi mereka kembali memberlakukan blokade usai kelompok Hamas merebut kekuasaan dua tahun kemudian.
Selama beberapa dekade terakhir, para kritikus Israel memakai istilah "apartheid" sebagai wujud paling keras untuk mengkritik negara Zionis tersebut.
Dilansir Associated Press, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mendefinisikan apartheid sebagai "rezim penindasan sistematis dan dominasi yang dilembagakan oleh satu kelompok ras".
"Tidak ada negara di dunia yang kebijakan apartheidnya lebih jelas selain Israel," kata Penasihat Senior Presiden Palestina, Nabil Shaath.
"Ini adalah negara yang didasarkan pada keputusan rasis yang bertujuan untuk menyita tanah, mengusir penduduk asli, menghancurkan rumah, dan membangun pemukiman," tuturnya.
Israel dengan tegas menolak tuduhan tersebut, pihaknya berkilah bahwa pembatasan yang diberlakukan di Jalur Gaza dan Tepi Barat adalah tindakan sementara yang diperlukan untuk keamanan.
(ans/ayp/ayp)[Gambas:Video CNN]
Gara-gara Minyak, Terumbu Karang Laut Merah Terancam Ompong
Israel Uji Penerima 2 Kali Vaksin Pfizer, Efikasi 94 Persen
Spesifikasi Iron Dome, Antirudal Israel Dilirik Negara Arab
FPI: Transaksi Luar Negeri untuk Bantu Rohingya dan Palestina
VIDEO: Perusahaan Israel Buat Air Minum dari Udara untuk Gaza

Diplomat Rusia Pulang dari Korut Pakai Troli Didorong Sendiri
Internasional • 1 jam yang lalu
PNS Myanmar Mogok Massal, Junta Militer Mulai Terguncang
Internasional 2 jam yang lalu
Rentetan Sanksi Internasional Cekik Junta Militer Myanmar
Internasional 47 menit yang lalu