Pemerintah Filipina memprotes China yang mengesahkan aturan membolehkan kapal penjaga pantai mereka menembak kapal asing atau menghancurkan properti milik negara lain di Laut China Selatan.
Menurut Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Jr., aturan baru pemerintah China itu sebagai ancaman perang secara lisan kepada negara lain. Menurut dia jika tidak ada pihak yang menentang, maka mau tidak mau negara lain harus tunduk terhadap aturan itu.
"Walau penerapan hukum adalah hak prerogatif kedaulatan sebuah negara, tapi dalam hal ini - mengingat wilayah yang terlibat, atau dalam hal ini Laut China Selatan yang terbuka - adalah ancaman perang secara lisan ke negara mana pun yang menentang aturan itu," kata Locsin di Manila, seperti dilansir Associated Press, Kamis (28/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
China mengesahkan Undang-Undang Penjaga Pantai itu pada Jumat pekan lalu. Mereka memberi wewenang kepada kapal dan awak penjaga pantai untuk mengambil seluruh langkah yang diperlukan, termasuk menggunakan senjata api, jika wilayah perairan yang menjadi kedaulatan China dilanggar oleh sebuah kelompok atau individu.
Selain itu, di dalam beleid itu juga disebutkan penjaga pantai China berhak menghancurkan properti milik negara lain yang berada atau berdiri di wilayah perairan dan pulau yang diklaim kepemilikannya oleh China. Mereka juga diberi kuasa menyita atau mengusir kapal yang masuk ke dalam wilayah perairan China.
Di sisi lain, aturan itu berpotensi memicu memperuncing perselisihan antara China dan sejumlah negara, yaitu Taiwan, Jepang, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam yang mempunyai sengketa wilayah di Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Kelompok oposisi di Filipina mengkritik sikap Presiden Rodrigo Duterte yang seolah terlalu lunak di hadapan China, terkait dengan sengketa wilayah perairan Laut China Selatan.
Locsin mengatakan Filipina akan bereaksi jika kegiatan latihan perang Angkatan Laut China yang sedang berlangsung di Laut China Selatan mendekati wilayah mereka.
Indonesia juga beberapa kali berhadapan dengan kapal penjaga pantai China yang masuk ke Laut Natuna Utara.
Selain itu, sejumlah kapal nelayan China juga kerap mengambil ikan di perairan itu.
Situasi sengketa semakin rumit ketika China membangun pangkalan militer hasil reklamasi di tengah Laut China Selatan.
Kondisi semakin runyam ketika Amerika Serikat masuk ke dalam pusaran sengketa itu dengan mengerahkan kapal perang dan armada kapal induk ke Laut China Selatan. Hal itu mengundang kecaman dari China yang menilai AS ikut campur dan dikhawatirkan bisa memantik peperangan.
Sementara AS beralasan armada kapal perang mereka memasuki kawasan Laut China Selatan dalam misi pelayaran bebas. Di samping itu, mereka juga berkepentingan menjaga salah sekutunya, Taiwan, yang juga bersengketa dengan China.
China dan sejumlah negara Asia Tenggara yang bertikai soal Laut China Selatan sepakat menyusun panduan aturan main eksplorasi wilayah itu. Namun, penyusunan rancangan aturan itu yang seharusnya sudah selesai tahun lalu tertunda akibat pandemi virus corona.
(ayp)