Jalani Debut G7, Biden Janji Danai Covid hingga Sindir China
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyerukan pendanaan vaksin Covid-19 hingga komitmennya pada penanganan perubahan iklim global saat menjalani debut dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) kelompok negara G7, Jumat (19/2).
Gedung Putih, dalam pernyataannya, dikutip dari AFP, mengatakan Joe Biden akan menjanjikan bantuan senilai US$4 miliar (4,6 miliar Euro) bagi program Covax PBB untuk membeli vaksin yang akan didistribusikan secara global.
Sementara, Uni Eropa akan menggandakan pendanaan Covax menjadi 1 miliar Euro.
Sejak resmi menjabat sebagai Presiden AS bulan lalu, Biden menegaskan kembali komitmen AS kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan penanganan pemanasan global. Pertemuan G7, Jumat (12), menandai masuknya kembali secara resmi ke kesepakatan iklim Paris.
"Presiden Biden juga akan membahas kebutuhan untuk melakukan investasi untuk memperkuat daya saing kolektif kami dan pentingnya memperbarui aturan global untuk mengatasi tantangan ekonomi seperti yang ditimbulkan oleh China," kata Gedung Putih, tanpa merinci tantangan yang dimaksud.
Diketahui, AS, di era Presiden Donald Trump, dan China sempat terlibat perang dagang yang memicu krisis global. Selain itu, Trump juga mengabaikan kebijakan yang saintifik dalam penanganan Covid-19, termasuk merusak hubungan dengan WHO.
Dalam KTT G7 itu, Biden juga disebut akan mempromosikan "langkah yang kuat untuk mengatasi krisis iklim global", di saat Inggris bersiap menjadi tuan rumah KTT iklim PBB berikutnya, COP26, di kota Glasgow, Skotlandia, November.
Seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan kepada wartawan bahwa partisipasi Presiden AS dalam pertemuan G7 dan KTT Munich menandai "seruan yang luas, penuh percaya diri, dan jelas agar aliansi dan kemitraan trans-atlantik tetap bersama".
Dalam ajang yang sama, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang jadi Ketua G7 untuk tahun ini, berjanji akan memberikan kelebihan vaksin kepada negara-negara miskin.
"Kita harus memastikan bahwa vaksinasi dilakukan di seluruh dunia karena ini adalah pandemi global, dan tak ada gunanya satu negara berada jauh di atas negara lain. Kita harus bergerak bersama," cetusnya, dalam pembukaan KTT G7 yang digelar secara virtual, Jumat (19/2).
"Yang saya tahu adalah bahwa para para kolega [pemimpin negara G7] ingin memastikan bahwa kita mendistribusikan vaksin ke seluruh dunia, memastikan semua orang mendapatkan vaksin yang mereka butuhkan sehingga seluruh dunia dapat melewati pandemi ini bersama-sama," tuturnya.
Ia juga mengaku akan menggunakan G7 untuk mendorong WHO dan ilmuwan internasional untuk mengerjakan pengembangan vaksin baru hanya dalam 100 hari.
"Pengembangan vaksin virus Corona yang layak membuka peluang yang besar untuk kembali pada kehidupan normal, tetapi kita tidak boleh berpuas diri. Sebagai pemimpin G7, kita harus mengatakan hari ini 'tidak lagi' [pada pandemi]," kata dia.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menuntut negara-negara kaya melangkah lebih jauh dengan mentransfer 3-5 persen dari stok vaksin mereka ke Afrika.
"Ini merupakan percepatan ketidaksetaraan global yang tak pernah terjadi sebelumnya, dan secara politik juga tidak berkelanjutan karena membuka jalan bagi perang pengaruh dengan memakai vaksin," katanya kepada Financial Times, di saat Rusia dan China meningkatkan distribusi vaksin mereka sendiri secara gratis atau berbiaya rendah.
Beijing sendiri bukan bagian dari G7, yang beranggotakan Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan AS.
Inggris juga menginginkan G7 mendukung perjanjian pandemi untuk meningkatkan peringatan dini dan transparansi data jika terjadi wabah di masa depan. London menyangkal bahwa pihaknya sedang mengincar China.
Meski begitu, China sejak awal secara luas dituduh menutupi kemunculan virus pada akhir 2019 dan mencuri informasi awal penting dari WHO.
Setelah KTT tersebut, para pemimpin G7 akan bergabung dalam pertemuan yang digelar secara daring lainnya, yakni Konferensi Keamanan Munich, untuk membahas "pembaruan kerja sama trans-atlantik".
Biden, yang akan menjadi presiden AS pertama yang berpidato di pertemuan tahunan Munich ini, menggarisbawahi soal perubahan yang menentukan usai hancurnya kerja sama trans-atlatik di bawah pendahulunya, Donald Trump, yang memakai kebijakan 'go-it-alone'.
(arh/afp/arh)