PBB Desak Junta Militer Myanmar Setop Bunuh Demonstran
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak junta militer Myanmar berhenti membunuh pengunjuk rasa setelah 54 orang tewas selama aksi melawan kudeta.
Hal itu disampaikan oleh Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet setelah peristiwa berdarah yang menewaskan 38 orang pada hari Rabu (3/3).
Ia juga mendesak pasukan keamanan untuk menghentikan tindakan keras mereka terhadap pengunjuk rasa.
"Militer Myanmar harus berhenti membunuh dan memenjarakan pengunjuk rasa," katanya dalam sebuah pernyataan, Kamis (4/4) mengutip AFP.
"Benar-benar menjijikkan bahwa pasukan keamanan menembakkan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa damai di seluruh negeri," ujarnya.
Lihat juga:Dubes RI Minta WNI Segera Pergi dari Myanmar |
Bachelet menambahkan bahwa dia juga terkejut dengan dokumentasi serangan terhadap staf medis darurat dan ambulans yang berusaha memberikan perawatan kepada mereka yang terluka.
Kantor HAM PBB mengatakan setidaknya 54 orang dibunuh oleh petugas polisi dan militer sejak kudeta yang berlangsung 1 Februari lalu.
"Korban tewas sebenarnya, bagaimanapun, bisa jauh lebih tinggi karena ini adalah angka yang dapat diverifikasi oleh kantor," ujarnya.
Pembunuhan terhadap pengunjuk rasa di Myanmar meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir.
Pejabat HAM telah memverifikasi 30 dari 38 kematian yang dilaporkan oleh entitas PBB pada Rabu. Ia mengatakan pembunuhan oleh pasukan keamanan terjadi di Yangon, Mandalay, Sagaing, Magway dan Mon.
Sejak kudeta, lebih dari 1.700 orang juga telah "ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang sehubungan dengan partisipasi mereka dalam protes atau keterlibatan dalam kegiatan politik," kata pernyataan itu.
Setidaknya 700 orang ditahan pada hari Rabu. Banyak dari mereka melaporkan tertangkap saat tentara dan polisi melakukan pencarian dari pintu ke pintu.
Mereka yang ditangkap termasuk anggota parlemen, aktivis politik dan hak asasi manusia, petugas pemilihan, guru, petugas kesehatan, jurnalis dan biksu.
"Banyak dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang yang telah dilakukan sejak 1 Februari mungkin merupakan penghilangan paksa," kata Bachelet, menyerukan pembebasan segera semua orang yang tetap ditahan secara sewenang-wenang.
Dia juga menyatakan kekhawatirannya atas target pekerja media. Setidaknya 29 jurnalis ditangkap dalam beberapa hari terakhir, delapan di antaranya telah dituduh melakukan kejahatan, termasuk menghasut oposisi atau kebencian terhadap pemerintah dan menghadiri pertemuan yang melanggar hukum.
"Saya mendesak semua yang memiliki informasi dan pengaruh untuk mendukung upaya internasional agar meminta pertanggungjawaban para pemimpin militer atas pelanggaran HAM serius yang telah dilakukan sekarang dan di masa lalu," kata Bachelet.
"Ini adalah saat untuk membalikkan keadaan menuju keadilan dan mengakhiri cengkeraman militer atas demokrasi di Myanmar."
(isa/dea)